Thursday, April 22, 2010

SRIWIJAYA SANG PERTAMA

SRIWIJAYA SANG PERTAMA
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Sriwijaya Sang Pemula

”… berlayar tidak lebih 20 hari dari Kanton ke Fo-shi (San-fo-tsi), singgah di sana selama enam bulan untuk mempelajari
tata bahasa Sanskerta dan Mahayana, kemudian pergi ke India Tengah dengan kapal Sriwijaya…” (I-Tsing, 671-695
Masehi)

Perahu sudah ditambatkan. Kaki-kaki kecil anak-anak desa itu begitu lincah menapaki kayu-kayu gelondongan
berdiameter 30-40 cm yang bergeletakan di bibir sungai. Di depan, bekas hutan ulin dan tembesu yang sudah berubah
jadi semak belukar menyerkap pandangan.

Didampingi Husin (69) sebagai penunjuk jalan, Nurhadi Rangkuti masih saja asyik menyimak setiap detail cerita Husin
tentang tempat yang ia datangi. Sebuah kawasan lahan basah di pantai timur Sumatera Selatan, bagian dari gugus
daerah aliran Sungai Musi yang bermuara ke Selat Bangka, tempat para arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang
melakukan serangkaian penelitian sejak beberapa tahun terakhir.

”Inilah tempat yang dinamakan kapal itu. Menurut cerita orang-orang tua dulu, entah berapa abad lampau, konon kapal
milik juragan Dempu Awang kandas dan akhirnya terkubur di sini,” kata Husin (67) begitu tiba di lokasi yang dituju.

Nurhadi sejurus tercenung. Senyumnya menghilang. Kisah Husin—yang kerap bercampur dongeng dan mitos tentang
sebuah kapal kuno yang telah berabad-abad terkubur tanah berlumpur—tampak tidak lagi menarik perhatiannya.

Di sisi utara pokok pohon tembesu yang hanya tinggal bonggolnya, sebuah lubang besar bekas galian menganga. Tak
pelak lagi, di lokasi yang dikabarkan pernah ditemukan mangkuk keramik dan tempayan dari Dinasti Yuan (1279-1368)
tersebut, ternyata aktivitas penggalian liar oleh para pencari harta karun diam-diam masih terjadi.

Tradisi Asia Tenggara

Bagi kalangan arkeolog seperti Nurhadi, informasi menyangkut keberadaan ”bangkai” kapal kuno di pesisir pantai timur
Sumatera Selatan—juga Pulau Bangka, terutama di Bangka selatan, dan wilayah Jambi—selalu menarik perhatian.

Dalam konteks keberadaan Sriwijaya (abad VII-XIII) sebagai kerajaan maritim pertama yang menguasai laut Nusantara,
khususnya di bagian barat hingga tanah Semenanjung, ”bangkai-bangkai” kapal kuno itu bisa jadi bukti penguat. Paralel
dengan isi kronik-kronik China serta risalah para musafir Arab dan Persia yang sebelumnya menjadi satu-satunya sumber
acuan tentang kebesaran Sriwijaya sebagai penguasa ”Laut Selatan”.

Sejak paruh kedua 1980-an, di wilayah Sumatera Selatan saja sudah ditemukan sejumlah situs terkait keberadaan kapal
dan atau perahu kuno. Dari situs Samirejo di Kecamatan Mariana, Banyuasin (sekitar 14 kilometer timur laut Palembang),
misalnya, didapati sisa-sisa perahu kuno dari masa 610-775 Masehi. Pertanggalan itu diperoleh dari uji karbon (C-14)
atas sisa-sisa bagian perahu, yang sewaktu ditemukan terkubur di rawa, terdiri atas sembilan papan kayu dan sebuah
kemudi sepanjang 23 meter, beserta serpihan tali ijuk (Arrenga pinnata).

Berdasarkan teknik rancang bangunnya, hasil rekonstruksi yang dilakukan Pierre-Yves Manguin—ahli arkeologi maritim
dari EFEO (Lembaga Penelitian Perancis untuk Timur Jauh)—menunjukkan bahwa perahu kuno dari Samirejo
menggunakan apa yang ia sebut teknologi tradisi pembuatan perahu Asia Tenggara. Teknik yang sama juga terlihat pada
temuan sisa-sisa perahu kuno di situs Kolam Pinisi dan Sungai Buah (Palembang), Tulung Selapan (Ogan Komering Ilir),
Karangagung Tengah (Musi Banyuasin), serta Lambur (Jambi) dan Kota Kapur (Bangka).

Berbeda dengan teknologi perahu kuno model China, di mana lambung perahu dikencangkan dengan bilah-bilah kayu
dan paku besi pada kerangka dan dinding penyekat, pada tradisi perahu Asia Tenggara menggunakan apa yang disebut
teknik papan-ikat dan kupingan-pengikat (sewn- plank and lashed-lug technique). Teknik rancang bangun perahu seperti
ini, menurut Manguin, hanya berkembang di perairan Asia Tenggara.

Tonjolan segi empat (tambuku) digunakan untuk mengikat papan-papan dan mengikat papan dengan gading-gading.
Pengikatnya berupa tali ijuk yang dimasukkan pada lubang di tambuku. Untuk memperkuat ikatan tali ijuk digunakan
pasak kayu.

Teknik pembuatan perahu jenis ini diperkirakan sudah ada sejak masa awal Masehi. Bukti tertua penggunaan teknik ini
dijumpai pada sisa perahu kuno di situs Kuala Pontian di Tanah Semenanjung, yang berasal dari abad III-V Masehi.

Sangat boleh jadi, ketika Dapunta Hyang Sri Jayanasa melakukan perjalanan suci (mangalap siddhayatra) untuk mencari
tempat mendirikan wanua (perkampungan) sebagai cikal bakal pusat Sriwijaya, perahu jenis inilah yang ia gunakan
bersama ”… dua laksa tentara dan 200 peti perbekalan”-nya. Fragmen perjalanan suci yang berakhir pada pendirian
wanua di lokasi Palembang sekarang itu ditorehkan pada prasasti Kedukan Bukit bertarikh 16 Juni 682 Masehi.

Penguasa laut Nusantara

Naik kapal Sriwijaya! Begitulah pengakuan I-Tsing, pengelana dari daratan Tiongkok, yang dalam perjalanan religiusnya
dari Kanton ke India menggunakan armada kapal Sriwijaya. Dalam perjalanan pulang dari Nalanda (India) ke Kanton, I-
Tsing bahkan sempat menetap empat tahun di pusat Kerajaan Sriwijaya.

Dalam salah satu kronik China yang diterjemahkan J Takakusu (A Record of the Buddhist Relegion as Practised in India
and the Malay Archipelago, 1896), I-Tsing beberapa kali menyebut nama San-fo-tsi (mula-mula disebutnya Che-li-fo-tsi)
sebagai penguasa lalu lintas perdagangan di Selat Melaka. Nama Che-li-fo-tsi dan San-fo-tsi itu sendiri digunakan oleh
Dinasti Sung (960-1279) dan Yuan (1279-1368), juga Ming (1368-1644), untuk merujuk ke sebuah kerajaan di ”Laut
Selatan” yang terletak antara Chen-la (Kamboja) dan She-po (Jawa), yakni Sriwijaya!

Dalam pengelanaannya (671-695) mencari ”pohon pencerahan” hingga ke India tersebut, I-Tsing mencatat bahwa
Sriwijaya adalah kerajaan penting di bidang maritim, perdagangan, dan penyebaran agama (Buddha). Kebesaran
penguasa ”Laut Selatan” ini tidak hanya dipicu runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina, tetapi juga berkat politik bertetangga
baik dan didukung armada laut yang besar.

Robert Dick-Read (Penjelajah Bahari: Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika, 2008) menyebutnya sebagai kepiawaian
Sriwijaya membentuk aliansi yang kuat. Untuk menjaga wilayah kekuasaannya yang sangat strategis itu, Sriwijaya juga
membentuk semacam angkatan laut yang terorganisasi dengan baik.

Mengutip OW Wolters, Dick- Read menambahkan, ”… dari ibu kotanya Palembang di tepi Sungai Musi, tampaknya
Sriwijaya telah membangun Angkatan Laut Kerajaan yang terdiri dari para pelaut nomaden. Pada akhir abad ke-7,
angkatan laut tersebut telah mendominasi jalur perniagaan laut melalui Asia Tenggara.”

Tak bisa dimungkiri, Sriwijaya adalah kerajaan yang lahir dan dibesarkan oleh dan berkat kekuatannya menguasai laut
Nusantara. Bahkan, pada akhir masa kejayaannya pun, pada sekitar abad XIII-XIV, kronik China dari Dinasti Yuan dan Ming
masih mengakui eksistensi Sriwijaya sebagai penguasa lalu lintas perdagangan di ”Laut Selatan”.

”Pelabuhannya memakai rantai besi. Ibu kotanya terletak di tepi air (sungai), (dan) penduduknya terpencar di luar kota atau
tinggal di atas rakit-rakit yang beratap ilalang,” begitu antara lain laporan Chau Ju Kua—pengelana laut lainnya dari
China—tentang Sriwijaya pada 1225 Masehi (F Hirth dan WW Rockhill, 1967).

Wilayah kekuasaan Sriwijaya tak hanya terbatas di jalur lalu lintas perdagangan di Selat Melaka dan Laut Jawa. Sebagai
penguasa laut Nusantara, ia juga menanamkan pengaruh hingga ke Madagaskar. Gabriel Ferrand (L’Empire Sumatranais
Crivijaya, 1922) bahkan menyimpulkan bahwa nenek moyang bangsa Malagasi adalah orang-orang yang datang dari
Sriwijaya. Sebab, kata Ferrand, ”Hanya Sriwijaya yang memiliki pengetahuan kelautan yang andal untuk dapat mencapai
Madagaskar.”

Bisa dipahami bila pada masa itu kapal-kapal Sriwijaya memainkan peran penting dalam ”perdagangan global”. Manguin
memperkirakan, armada laut Sriwijaya yang dipakai—baik sebagai kekuatan ’militer’ maupun berniaga—ketika itu mampu
mengangkut barang 450-650 ton. Bahkan, dalam perkembangan berikutnya, dengan panjang kapal mencapai 60 meter,
daya angkutnya pun bertambah hingga 1.000 ton.

Di balik ”tradisi besar” yang sudah ditorehkan Sriwijaya sebagai penguasa laut pertama di Nusantara, hal lain yang harus
dicatat adalah bahwa kebesaran itu tidak berdiri sendiri, juga tidak muncul secara tiba-tiba.

Di balik itu semua, meminjam ungkapan Denys Lombard, ada masyarakat heterogen yang mendukungnya. Mereka itu
adalah para nelayan, pelaut, pengangkut, pedagang, petualang, bahkan para lanun alias perompak sekalipun. Mereka
inilah, kata Lombard (Nusa Jawa; Silang Budaya, Jilid 2: 87-88), ”… yang merentangkan jaringan-jaringan tua yang menjadi
tumpuan kesatuan Indonesia dewasa ini.”

Namun, ’tradisi besar’ yang terus berlanjut hingga kedatangan kekuatan kolonial itu kini tinggal dalam catatan sejarah.
Lebih-lebih ketika pemerintahan kolonial Belanda menjadi semacam ”penguasa tunggal” laut Nusantara, dan akses
pelaut-pelaut di kawasan ini dibatasi, kekuatan kerajaan-kerajaan maritim pun surut.

Sejak itu pula, untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan mereka, pusat-pusat kerajaan—terutama di Jawa—
kemudian berpaling ke darat. Tradisi besar sebagai bangsa bahari yang diawali Sriwijaya pun jatuh ke titik nadir. Hingga
kini!

sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09…

One response so far

Jan
30
2010
TITIPAN Pra SRIWIJAYA
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Legimin dan Titipan Pra-Sriwijaya

Tas hitam yang dibawa dari kampung dibukanya dengan sigap. Isinya bukan berkas-berkas penting, apalagi tumpukan
uang. Tak disangka lelaki berwajah keras itu mengeluarkan kepingan-kepingan tembikar, bandul jaring dari tanah liat,
tempurung kelapa, potongan kayu dan tulang hewan, pecahan bata, batu asah, sejumput manik-manik, dan seikat ijuk dari
dalam tas.

“Ini contoh-contoh temuan yang ditemukan di belakang rumah saya waktu membuat parit,” ujar Legimin (43), seorang
transmigran asal Malang (Jawa Timur) yang kini jadi warga Desa Karangagung Tengah, Kecamatan Lalan, Kabupaten
Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Menempuh jarak waktu empat jam dengan perahu motor dari kampungnya ke Kota Palembang hanya untuk
memperlihatkan benda-benda usang dan tidak utuh lagi memang tidak lazim. Namun, kirimannya itu menjadi kado
istimewa buat purbakalawan di Balai Arkeologi Palembang yang menekuni bukti-bukti peradaban sebelum munculnya
Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.

Artefak-artefak yang dibawa Legimin berasal dari situs Karangagung Tengah yang terletak di kampungnya. Situs itu
kemudian menjadi terkenal di dunia arkeologi ketika beberapa tahun yang lalu analisis laboratorium terhadap dua potong
kayu bekas tiang rumah panggung zaman kuno menghasilkan pertanggalan 1624-1629 BP, kira-kira sama dengan tahun
326-329 Masehi.

Penelitian arkeologis secara intensif sejak tahun 2000 sampai sekarang semakin memperkuat teori bahwa pada abad
ke-4 Masehi telah ada komunitas di daerah pantai Sumatera Selatan yang aktif dalam perdagangan internasional.
Komunitas yang cukup padat dan telah mengenal spesialisasi pekerjaan dan stratifikasi sosial.

Letak situs dekat Selat Bangka, selat yang dikenal sebagai ajang perdagangan internasional pada awal Masehi.
Komoditas impor yang ditemukan di situs, antara lain, adalah manik-manik dari India dan Asia Barat.

Situs Karangagung diidentifikasi sebagai situs masa proto sejarah, kemudian arkeolog memberi istilah situs
pra-Sriwijaya. “Disebut situs pra-Sriwijaya karena masanya sebelum berdirinya Kerajaan Sriwijaya di Palembang, dan juga
pertimbangan faktor lokasi yang tidak jauh dari persebaran situs-situs Sriwijaya di Sumatera Selatan dan Jambi,” ujar Tri
Marhaeni, ketua tim penelitian.

Tak pelak, ditemukannya situs Karangagung sekitar tahun 2000 telah mengubah teori perubahan garis pantai timur
Sumatera dalam kaitannya dengan lokasi pusat Kerajaan Sriwijaya. Teori itu yang menyatakan lokasi Sriwijaya di
Palembang maupun di Jambi terletak pada tanjung di tepi laut sekitar abad ke-7 Masehi. Tampaknya teori itu perlu
dipertimbangkan lagi setelah ditemukannya permukiman Karangagung dari masa yang lebih tua daripada Sriwijaya
(Soeroso, 2002).

Museum situs

Setelah lebih dari seribu tahun terkubur dalam kesunyian, situs Karangagung mulai diusik manusia. Pada tahun 1987
hingga 1990, daerah Karangagung mulai dibuka sebagai lahan transmigrasi menyusul dibukanya lahan transmigrasi di
Air Sugihan beberapa tahun sebelumnya. Maka dimulailah eksploitasi kekayaan arkeologi situs Karangagung.

Legimin mengisahkan, tahun 1997-1998 terjadi booming manik-manik dan benda-benda berlapis emas dari situs
Karangagung. Saat itu penduduk berburu manik-manik dari bahan kaca berlapis emas, bahan batu, kaca, dan perunggu.
Semua benda relik itu menjadi komoditas yang laku keras.

Jual-beli manik-manik dilakukan menurut panjang manik-manik yang dirangkai. Harga manik-manik emas Rp 40.000 per
cm, manik-manik perunggu Rp 5.000 per cm, manik-manik batu Rp 500 per cm, sedangkan dari bahan lainnya Rp 1.000
per cm. Umumnya para penadah manik-manik berasal dari luar Karangagung. Legimin teringat ada seorang penadah
berhasil mengumpulkan manik-manik sampai satu karung beras seberat 20 kilogram. Manik-manik itu kemudian dibawa
ke Jawa dan akhirnya ke Bali.

Bisnis artefak mulai surut ketika instansi purbakala di Palembang dan Jambi melakukan penyuluhan kepada penduduk,
selain artefak semakin berkurang diambili penduduk. Legimin aktif membantu para purbakalawan. Bukan itu saja, ia rajin
mengumpulkan artefak-artefak yang tidak laku dijual, seperti pecahan-pecahan tembikar, bata kuno, dan potongan kayu,
lalu ditata di halaman rumahnya.

“Saya telah membuat museum situs di halaman rumah,” ujar Legimin. Istilah “museum situs” diperolehnya dari arkeolog
yang kerap melakukan penelitian dan tinggal di rumahnya. Baginya, mengumpulkan dan memajang artefak di depan
rumah agar dilihat tamu tentang bukti-bukti peradaban abad ke-4 Masehi itu adalah museum situs.

Mengapa Legimin membawa artefak-artefak “rongsokan” ke Palembang?

“Saya ingat pesan teman-teman dari arkeologi, terutama Pak Roso, kalau menemukan lokasi temuan yang paling padat
dan beraneka ragam, supaya melaporkan. Parit yang saya gali padat dan lengkap temuannya, Pak,” kata Legimin
menjelaskan maksud kedatangannya di Palembang, sambil melaporkan ada warga yang menyimpan tujuh patung
perunggu berukuran kecil. Pak Roso yang dimaksud adalah Soeroso MP, salah satu peneliti yang pertama mengungkap
identitas situs Karangagung Tengah, dan kini selaku Direktur Peninggalan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata.

Legimin, yang pernah menempuh karier sebagai petinju di Malang, pertama kali ikut transmigrasi ke Air Sugihan pada
tahun 1980 dan mulai menetap di Karangagung pada akhir tahun 1989. Air Sugihan, yang letaknya di sebelah timur
Karangagung (masuk Kabupaten Banyuasin), dikenal juga kaya dengan artefak pra-Sriwijaya. Daerah ini yang terlebih
dahulu dieksploitasi kekayaan arkeologinya, terutama manik-manik dan keramik. Dari Air Sugihan kemudian para
pemburu harta karun mengalihkan perhatian ke Karangagung.

Legimin hidup tenang di Karangagung bersama keluarga. Usahanya sebagai petani dan tukang tambal gigi mampu
menghidupi seorang istri dan lima anaknya, bahkan putrinya yang sulung dapat kuliah di Malang. Sebagai tukang tambal
gigi, Legimin keliling kampung dengan sepeda mencari pasien sambil mengumpulkan artefak-artefak “rongsokan” untuk
koleksi museum situsnya.

Museum terbuka Legimin kini telah diberi atap rumbia agar benda-benda koleksi tidak kepanasan dan kehujanan. Dia
mengakui, museum itu diwujudkan karena kekagumannya pada umur artefak-artefak Karangagung yang lebih tua
daripada Kerajaan Sriwijaya, setelah ia mendengar informasi dari para purbakalawan yang sering berdiskusi di rumahnya
yang sederhana.

Legimin memang bukan Maclaine Pont yang rajin mengumpulkan benda-benda peninggalan Majapahit di Trowulan, Jawa
Timur, pada tahun 1924-1926. Arsitek bangsa Belanda yang merekonstruksi ibu kota Majapahit itu membangun gedung
yang kokoh dan megah untuk menyelamatkan artefak Majapahit, sementara Legimin membangun museumnya dengan
bahan apa adanya.

Bagi Legimin, benda-benda itu adalah titipan leluhur dari tanah Sriwijaya. Walaupun bukan tanah kelahirannya, kekayaan
arkeologi di tanah Sriwijaya yang dipijaknya kini perlu dijaga.

Nurhadi Rangkuti Kepala Balai Arkeologi

sumber:http://kompas.com/kompas-cetak/0605/26/humaniora/2680190.htm
All rights reserved.
Dunia Esai

Arkeologi

No responses yet

Jan
30
2010
HUBUNGAN DALAI LAMA DAN SRIWIJAYA
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Anand Krishna Beri Dalai Lama Patung
Anand Krishna, tokoh spiritual antaragama dari Indonesia, bersama enam pengurus Yayasan Anand Ashram Indonesia (berafiliasi dengan United Nations) dijadwalkan tiba di Sarnath, Senin (5-1), untuk mempersembahkan patung Buddha terbuat dari batu setinggi 2,5 meter kepada Yang Mulia Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14, pemimpin spiritual dan pemerintahan rakyat Tibet di pengasingan.

Direncanakan, setelah diinaugurasi oleh Dalai Lama ke-14, patung Buddha akan diletakkan di Central Institue of Higher Tibetan Studies (Deemed University), Sarnath (Uttar Pradesh), India.

Patung Buddha ini dibuat dari batu yang sama untuk membangun Candi Borobudur pada abad ke-9 Masehi di Muntilan, Jawa Tengah, Indonesia.

Anand Krishna mengatakan persembahan ini untuk memperkuat ikatan spiritual dan budaya antara masyarakat Indonesia dan Tibet, serta mendukung perjuangan tanpa kekerasan Mulia Dalai Lama untuk melindungi warisan budaya dan sejarah Tibet.

“Saya, mewakili rakyat Indonesia, memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Yang Mulia Dalai Lama ke-14 atas upayanya yang tak kenal lelah dalam melindungi warisan budaya dan sejarah Tibet secara damai,” kata Anand Krishna.

Dengan mempersembahkan patung dari Indonesia ini kepada Dalai Lama dan kemudian diletakkan di tanah India, diharapkan rakyat Tibet, India, dan Indonesia bersatu dalam cinta, damai, dan harmoni.

Dia menjelaskan dalam catatan sejarah di Tibet, sekitar abad ke-11 Masehi, secara tak langsung terbangun hubungan antara Kerajaan Sriwijaya dan Tibet melalui Atisha, biarawan Buddhis dari India. Di Kerajaan Sriwijaya inilah Atisha belajar kepada Dharmakirti-Svarnadvipi, seorang guru spiritual yang hidup di Kerajaan Sriwijaya.

“Selanjutnya Atisha pergi ke Tibet untuk mengajarkan ajaran kuno meditasi Tong-Len yang beliau pelajari dari Dharmakirti-Svarnadvipi. Hingga saat ini nama Dharmakirti-Svarnadvipi sangat dekat di hati Dalai Lama ke-14 dan masyarakat Tibet,” lanjut Anand Krishna .

Maya Safira Muchtar, ketua Yayasan Anand Ashram, mengatakan saat ini di Indonesia tak banyak orang yang tahu hubungan sejarah antara Kerajaan Sriwijaya dan Tibet. n HES/N-1

Sumber:
http://www.lampungpost.com/cetak/berita….

2 responses so far

Jan
29
2010
Jepang di Mata Seorang Kubilai Khan
Published by iwantaufik under Kubilai Khan

Jepang di Mata Seorang Kubilai Khan
18 Januari 2010 wardoyo Tinggalkan komentar Go to comments

Kepulauan Jepang di masa lalu beserta masyarakatnya dinilai sangat tinggi oleh Kaisar Mongol yang terkenal – Kubilai Khan.

Seperti yang diceritakan dalam sejarah, Dinasti Yuan (Kekaisaran Mongol Timur) yang dipimpin oleh Kubilai Khan telah dua kali melakukan invasi ke Jepang. Invasi pertama tahun 1274, sedangkan invasi kedua tahun 1281. Sementara invasi untuk menaklukkan Nusantara dilakukan pada tahun 1293.

Imperium Mongol saat itu telah terbagi dua. Kekaisaran Mongol Barat di bawah Hulagu Khan (sebagai Khan Kecil atau Ill Khan) dan Kekaisaran Mongol Timur di bawah Kubilai Khan (Khan Besar). Pada masa Kubilai inilah Mongol mencapai puncak kebesarannya, sekaligus awal dari kemunduran sebuah dinasti. Setelah kerajaan Sung Selatan berhasil ditaklukan (1279 M), Kubilai menamakan kekaisarannya dengan nama dynasti Yuan. Dynasti Goryeo (Koryo atau Korea) juga tunduk menjadi kerajaan satelit Mongol. Dinasti Yuan beribukota di Beijing dimana Kubilai menyebut ibukota kekaisaran dengan nama The Forbidden City – (Daidu atau Ta-tu, Marco Polo dalam bukunya The Travels mencatatnya Khanbalik), serta membangun sebuah istana musim panas yang megah di Shangtu atau Xanadu – pada 1264 M.

Tahun 1266 M, Kubilai mengirimkan surat kepada penguasa Jepang Shikken Hojo Tokimune. Isi suratnya meminta agar Shogun mengakui kebesaran Mongol dan takluk di bawah naungan Bendera Srigala. Namun utusan Kubilai kembali dengan tangan hampa.

Tahun 1268 M, dikirimlah utusan kedua dengan maksud yang sama. Utusan kedua ini kembali pulang dengan jawaban kosong. Hojo Tokimune tidak memberikan jawaban. Tercatat dalam sejarah Jepang, Kubilai mengirim utusan berkali-kali yakni pada tanggal 7 Maret 1269, 17 September 1269, September 1271 dan May 1272. Seluruhnya ditolak tanpa jawaban.

Invasi ke Jepang pertama, 1274 M

Sebenarnya, Kubilai sudah gregetan ingin menyerbu Jepang sejak utusannya yang kedua kembali tanpa jawaban tahun 1268. Tetapi apa daya, Mongol tidak mempunyai armada laut. Jadi, Khan lalu mengulur waktu untuk mempersiapkan diri. Kubilai lalu menikahkan pangeran dari Goryeo dengan salah satu saudara perempuannya. Dengan bantuan dari Koryo atau Goryeo inilah, Kubilai bisa menyiapkan armada laut. Saat itu kepandaian orang Goryeo dalam pembuatan perahu adalah yang terbaik, melebihi kepandaian orang Sung.

1272 M, Chungyeol dari Goryeo mengabarkan kepada Khan bahwa kerajaan Goryeo telah mempersiapkan 150 buah kapal besar yang siap digunakan untuk menaklukkan Jepang. Memang sih, hubungan Jepang dan Goryeo dari nenek moyangnya dulu tidak pernah akur (bahkan hingga kini masih bersengketa memperebutkan sebuah pulau kecil). Jadi, wajar saja kalau Goryeo dengan senang hati membantu Kubilai menyerbu Jepang. Di samping kapal Korea, Khan juga membangun armada laut dengan bantuan tenaga ahli dari bekas kerajaan Sung.

Akhirnya, pada 1274, armada Yuan bertolak menuju Jepang. Diperkirakan sekitar 15.000 pasukan Mongol & China – berikut 8.000 orang prajurit Goryeo turut serta dalam invasi ini. Mereka ditampung dalam 300 kapal layar besar dan 400-500 kapal kecil. Rombongan ini berhasil merapat di Tsushima dan Iki, dan tanpa kesulitan berhasil menggondol banyak perempuan untuk disimpan dalam kapal.

19 November 1274. Balatentara Mongol tiba di Teluk Hakata (Hakata Bay), jalur terdekat ke menuju ibukota Kyushu. Hari itu dalam catatan sejarah dikenal dengan “Battle of Bun’ei” atau sering juga disebut “Battle of Hakata Bay”.

Jelas sekali disebutkan dalam catatan sejarah, betapa pasukan Shogun tidak siap untuk serbuan ini. Shogun saat itu tidak memiliki seorang jendralpun yang mampu mengorganisir pasukan dan mempunyai pengalaman perang yang mumpuni. Yang terjadi adalah perang sampyuh – one by one – duel sampai mati. Sudah bisa diperkirakan bahwa dalam waktu singkat Shogun akan dapat ditaklukan. Pasukan Jepang kalah segala-galanya. Hanya satu yang dimiliki orang Jepang, semangat patriotik dari orang yang kepepet! Maka, Hakata Bay dipertahankan dengan darah, sejengkal demi sejengkal. Namun dalam hal kenekatan dan keberanian Mongol tidaklah kalah. Dalam sehari itu, pasukan samurai yang mempertahankan Hakata Bay dihancurkan, sisanya bersembunyi.

Malampun menjelang. Pasukan Mongol beristirahat di atas kapal dan di pantai yang berhasil mereka kuasai. Dan keajaiban datang dalam bentuknya yang tak terduga. Alam bergejolak menunjukkan kekuasaannya. Topan super menyapu Hakata Bay di tengah malam. Suaranya seperti nyanyian kematian. Saat pagi menjelang, terlihat bahwa lebih separuh kapal armada Yuan lenyap tanpa bekas, pasukan Mongol porak poranda.

Pasukan Jepang tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Pasukan Mongol yang tersisa di pantai dalam kondisi compang-camping setelah selamat dari badai topan dibantai tanpa ampun. Banyak perahu Mongol yang juga dihancurkan, dan hanya sedikit yang mampu kembali untuk mengabarkan kekalahan. Jendral Kim Bang Gyeng kembali ke Goryeo dan mempersembahkan 200 anak lelaki dan perempuan hasil pampasan sebagai budak kepada Raja Korea.

Tokimune, belajar banyak dari kemenangan ini. Ia lalu mulai mengorgansir pasukan, menyebarkan ajaran Zen Budhisme dan menanamkan semangat bushido di kalangan para samurai Jepang. Tahun 1276, Kamakura membangun dinding pertahanan setinggi dua meter di setiap titik vital di Hakata Bay. Sebuah persiapan untuk menghadapi serbuan Mongol berikutnya. Mereka percaya, Kubilai pasti akan murka dengan kekalahannya dan akan kembali.

Kubilai Khan sebenarnya lelah untuk berperang terus. Maka ia lalu mengirim 5 orang utusan pada bulan September 1275 ke Kyushu. Hasilnya nihil. Tokimune bahkan membunuh semuanya. Kuburan ke-5 utusan Mongol itu masih terpelihara hingga sekarang.

29 July 1279, kembali 5 orang utusan Kubilai datang menemui Shogun. Nasib mereka sama saja. Dipenggal di Hakata. Tokimune siap menghadapi amukan Mongol. Ia memerintahkan semua kuil dan sanggar pemujaan mendoakan para prajurit dan samurai Jepang dalam menghadapi Mongol. Peristiwa doa bersama ini terjadi pada tanggal 21 Februari 1280.

Invasi ke Jepang kedua, 1281 M

Wilayah Kekaisaran Mongol di era Kubilai Khan

Pada musim semi 1281 M, Armada Timur atau disebut juga Armada Laut Yangtze Selatan membawa pasukan Mongol & China menuju Jepang. Mereka akan bertemu dengan Armada Goryeo di teluk Hakata. Tidak tanggung-tanggung, Kubilai mengerahkan 200.000 orang prajurit dengan lebih dari 3000 kapal besar dan kecil. Suatu armada laut yang hingga 650 tahun kemudian tidak tertandingi. Kebesaran armada Yuan saat itu hanya bisa dilampaui oleh Armada Sekutu pada peristiwa Pendaratan Normandia dalam Perang Dunia II.

Bahkan para samurai yang telah bertahun mempersiapkan diri dalam benteng-benteng tembok menjadi ciut nyalinya. Tidak ada harapan bagi Shogun.

Battle of Koan. Sering juga disebut “The Second Battle of Hakata Bay”. Para prajurit Shogun dan samurai sudah berkecil hati. Mereka bagaikan kumbang mengitari unggun api. Maju berperang adalah bunuh diri. Tak sebanding. Tetapi, suratan takdir berbicara lain.

KAMIKAZE

Kata-kata ajaib yang kemudian mengakar dalam benak rakyat Jepang hingga Perang Dunia II. Sejarah yang diceritakan turun-temurun. Ya, itulah kata yang diucapkan oleh para samurai saat mereka dari balik tembok perlindungan menyaksikan kembali kedatangan Dewa Penolong – topan super!! Sejarah kembali berulang.

Pasukan Mongol kembali harus berhadapan dengan kekuatan alam yang maha dahsyat. Kamikaze, a massive typhon, menghajar Hakata Bay sepanjang pesisirnya, meluluh-lantakkan semua yang ada di atas tanah dan di atas air. Mongol kehilangan duapertiga armada laut dan pasukannya.

***

Kejadian ini mencoreng muka Kubilai Khan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah invasi ke Jepang, Kubilai ingin mengembalikan wibawa. Kubilai kembali mengirim utusan ke Nusantara – 1289, namun Raja Jawa saat itu – Prabu Kertanegara – menolak takluk. Tiga kali pengiriman utusan telah ditolak, bahkan utusan terakhir – Meng Qi – dirusak mukanya oleh Sang Prabu Kertanegara.

Dalam hal keberanian sebenarnya Kertanegara tidak kalah oleh Shogun di Jepang. Tetapi lucunya, mengapa Kubilai hanya mengirim 20.000 prajurit Mongol dengan jendral kelas 2 untuk menaklukkan Jawa? Apakah karena jendral-jendral utama Mongol yang dikirim ke Jepang banyak yang tidak kembali atau dihukum mati? Atau barangkali saat itu Kubilai menganggap ketangguhan kerajaan Jawa dan manusia Melayu di Nusantara hanya 10% kehebatan bangsa Jepang??

Kubilai kembali harus menelan kegagalan. Di tanah Jepang Kubilai kehilangan duapertiga armadanya, di Jawa (1293 M) ia kehilangan sekitar seperlima pasukannya. Keduanya adalah kegagalan yang mengikis kekuasaan Mongol di daratan China. Mongol secara alamiah memang tidak mempunyai armada yang tangguh di laut. Semua perahu, nakhkoda bahkan kelasinya hanya pinjaman dari Goryeo atau eks armada Sung yang juga tidak berpengalaman berperang di samudra.

Sejarah telah berbicara. Kubilai bukan orang yang mudah menyerah. Logika sejarah mengatakan, kalau mengikuti style temperamen Kubilai, ia pasti akan mengirimkan armadanya kembali untuk membalas kekalahan di Tanah Jawa. Bukan type seorang Kubilai untuk menyerah kalah. Ahh ….kalau saja …

Kalau saja Kubilai Khan tidak sakit-sakitan (dan akhirnya mangkat pada 1294 M)…

_________________

No responses yet

Jan
29
2010
IRONE ORE dalam SRIWIJAYA
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Peran Bijih Besi Dalam Sejarah

Luwu, suatu tempat yang sebenarnya cukup termasyhur dalam sejarah Indonesia masa lalu, lebih-lebih oleh pemerhati Majapahit dan Singhasari. Kata Luwu terucap oleh Gajah Mada dalam sumpahnya yang terkenal, Sumpah Palapa. Wilayah Luwu terletak di Sulawesi Tengah sekarang, cukup sulit untuk didatangi dari arah laut, tetapi mengapa Gajah Mada memasukkan Luwu sebagai bagian yang harus diletakkan di bawah naungan payung kebesaran Majapahit?

The Origins Of Complex Society in South Sulawesi yang disingkat OXIS pernah melakukan penelitian di wilayah Luwu. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku dan lain-lain. Menurut catatan yang ada, sejak abad XIV Luwu telah dikenal sebagai tempat peleburan besi.

Berangkat dari data tersebut, rombongan OXIS yang dipimpin oleh David Bulbeck mengembangkan asumsi dan mencoba mencari situs-situs sejarah masa lalu yang KEMUNGKINAN masih bisa dijumpai.

Tempat pertama yang terindikasi merupakan situs sejarah adalah Danau Matano. Di sekitar danau ini dijumpai indikasi lubang-lubang bekas penggalian dan penambangan kuno, tepatnya di Bukit Latajang. Kandungan besi laterit berupa bijih dengan kadar di atas 50 %.

Selain situs Danau Matano, terdapat sumber besi di Limbong yang terletak di Kamiri, Kampung Uri, Desa Pengkendekan dan di Passanen, kampung Ponglegen, Desa Marampa. Perjalanan menuju lokasi menggunakan sara transportasi sungai Rongkong. Selain tebaran sumber bijih besi ditemukan juga fragmen batubata di lokasi situs dan damar. Fragmen batu-bata yang ditemukan berukuran 15 cm X 17 cm dengan ketebalan 3.5 – 4 cm.

Selain itu tim OXIS mengunjungi Situs Malengke, suatu tempat dimana dijumpai kompleks Situs Tampung Jawa yang berarti “kuburan orang Jawa”. Dengan luas sekitar 9,6 hekatar diperkirakan jumlah populasi kuburan mencapai lebih dari 10.000 buah. Situs ini membutuhkan kajian lebih lanjut.

Informasi mengenai hasil penelitian OXIS ini tersimpan di dalam tembok LIPI. Hingga saat ini bahkan jika kita mengakses via gugelpun akan kesulitan menemukannya.

Penemuan tim OXIS di atas patut menjadi bahan pemikiran kita semua. Terbuktilah bahwa di masa lalu LUWU telah memiliki tempat terhormat dalam sejarah kerajaan-kerajaan besar di Jawa.

Zaman Sriwijaya dan Majapahit

Kalau hasil-hasil penemuan OXIS dikembangkan lebih lanjut bukan tidak mungkin sejak zaman Sriwijaya lokasi tambang bijih besi di wilayah Luwu ini sudah dikenal, walaupun tidak tercatat. Mengapa? Sebab tidak mungkin Sriwijaya yang gemar berperang menaklukkan kerajaan-kerajaan lain tidak membutuhkan besi untuk pembuatan senjata dalam jumlah besar (massal).

Kebutuhan akan senjata (tombak, parang, dll) apalagi dalam jumlah massal tentunya memerlukan pasokan bahan baku bijih besi dalam jumlah yang tidak tangung-tanggung. Dalam sebuah inkripsi yang ditemukan dekat Palembang misalnya dikatakan bahwa Raja Sriwijaya pada 23 April 683 M berusaha mendapatkan siddayatra - sebuah proses menuju kekuatan supranatural – dengan 20.000 prajurit yang mengelu-elukannya, yang ditugaskan di atas kapal untuk menaklukkan Kerajaan Melayu (sekarang Jambi).

Mempunyai pasukan sejumlah 20.000 orang di abad ke-7? Bisa dibayangkan kehebatan Sriwijaya saat itu, terutama persenjataannya. Berapa ton besi yang dibutuhkan untuk itu? Asumsikan saja jika setiap prajurit ‘dibekali’ besi seberat 3 kg dalam bentuk tombak, pedang, pisau dan tameng maka akan dibutuhkan 60 ton besi!!

Dan jangan lupa, bersamaan dengan masa Sriwijaya di Indonesia barat, di Jawa Tengah ada kerajaan Syailendra dan Mataram Hindu, di Jawa Barat ada kerajaan Galuh, dan pada masa itu pula Borobudur dibangun dengan ribuan tenaga kerja, mengukir patung-patung dengan pahat besi pula.

Bagaimana dengan Majapahit? Jika Sriwijaya pada abad ke-7 dengan 20.000 prajurit hanya bisa menguasai sepertiga Nusantara, maka kerajaan Majapahit di abad 13-15 telah menancapkan panji-panjinya di seluruh wilayah Nusantara, sebagian besar dengan melalui peperangan. Belum ada perkiraan berapa jumlah prajurit Majapahit saat itu? Hitunglah, berapa kebutuhan akan besi untuk persenjataan para prajuritnya? Bagaimana dengan kerajaan-kerajaan lainnya di seluruh Nusantara? Dengan asumsi bodoh saja, bisa diperkirakan bahwa pada abad ke-14 kebutuhan akan besi di seluruh wilayah Nusantara lebih dari 100 ton!

Penelitian sejarah jangan hanya terpaku pada jatuh-bangunnya kerajaan dan turun naiknya penguasa. Masih banyak bahan kajian dalam sejarah Indonesia masa lalu. Diantaranya tentang besi itulah. Terimakasih untuk OXIS yang tulisannya telah memberi inspirasi dan membuka mata.

No responses yet

Jan
29
2010
misteri sriwijaya
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Misteri Sriwijaya

Traveling and Leisure | Tue, Feb 24, 2009 at 13:41 | Pagaralam, NLW/ant
mgltksriwijaya indonesiagoid

mgltksriwijaya indonesiagoid

Sisa peradaban Sriwijaya, berupa batu-batu besar aktivitas kebudayaan megalitik, kuburan batu, ruang batu, arca, batu upak, dolmen, menhir , sejumlah pahatan, diyakini masih ada.

Diperkirakan, masih tersebar di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan dan masih cukup banyak lokasi dengan menyimpan peninggalan bersejarah di Pagaralam yang belum terungkap, seperti Rimba Candi di Kelurahan Cadi Jaya, Kecamatan Dempo Tengah dan bangunan di Bukit Raje Mandare, perbatan Pagaralam dengan Bengkulu.

Para ahli sejarah dan kebudayaan nasional, kini sedang berupaya menggali misteri keberadaan peninggalan Sriwijaya di Pagaralam, Sumatera Selatan (Sumsel), yang kini masih diliputi misteri.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kota Pagaralam Drs H Syafrudin MSi, pengungkapan sejarah tetang pusat Kerajaan Sriwijaya akan dipaparkan melalui Seminar Nasional tentang kebudayaan Besemah ini akan berlangsung mulai 27 Februari hingga 1 Maret 2009, yang akan mengundang para raja Jawa-Bali.

Diantaranya, Drs H Djazuli Kuris MM, Walikota Pagaralam, Raja Ida Tjokorda Ngurah Djambe Pemecutan (Raja Denpasar IX), Muslihun, Djohan Hanafiah, Drs H Hidayat Harun, Prof Dr Noerhadi Magetsari, Dr Agus Aris Munandar, Yose Rizal SS Msi, dan Dr Haris Sukendar.

“Untuk saat ini sudah cukup banyak ditemukan benda bersejarah di Kota Pagaralam seperti batu tulis, kuburan batu, patung kepala merah, tempayan air. Ini baru sebagian kecil yang menyusul ditemukan setelah ratusan benda bersejarah di Kota Pagaralam lainnya,” kata Syafrudin, Selasa (24/02).
Â
Dengan berbagai penemuan ini, diharapkan, dapat dijadikan sebagai landasan awal dalam mengungkap kerajaan Sriwijaya, apalagi melalui bahan acuan hasil penelitian ahli megalitik Belanda ANJ Th Van der Hoop yang cukup meguatkan, dengan ditemukan berbagai benda bersejarah di wilayah Besemah pada zaman dahulu untuk membuktikan daerah ini merupakan era awal sejarah terjadi.(*o/a)

One response so far

Jan
29
2010
Kerajaan Maritim di Indonesia
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

CiKEAS> Kejayaan Maritim Indonesia

Sunny
Tue, 04 Dec 2007 16:41:19 -0800

KOMPAS
Rabu, 05 Desember 2007

Kejayaan Maritim Indonesia

Laksamana TNI Sumardjono

Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudra….

Penggalan syair lagu itu mengingatkan kebesaran nusantara di masa lalu yang
kini hilang. Namun, “Betulkah nenek moyang kita pelaut? Betulkah kita ini
bangsa bahari? Betulkah karakter bangsa kita berwawasan maritim?”

Sebagai bangsa bahari, negeri ini seharusnya mempunyai visi kelautan,
direfleksikan dalam pembangunan berwawasan bahari, termasuk menguatkan armada
laut (niaga dan militer).

Zaman keemasan

Menengok masa keemasan nusantara, sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia
telah berlayar jauh menggunakan kapal bercadik. Mereka ke utara mengarungi
lautan, ke barat memotong Lautan Hindia hingga Madagaskar, ke timur hingga
Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus perdagangan melalui laut, mendorong
munculnya kerajaan-kerajaan di nusantara yang bercorak maritim dan memiliki
armada laut yang besar.

Kerajaan maritim terbesar di nusantara diawali Kerajaan Sriwijaya (tahun
683-1030 M). Petualang Tiongkok, I Tsing, mencatat, Shih Li Fo Shih (Sriwijaya)
adalah kerajaan besar yang mempunyai benteng di Kotaraja, armada lautnya amat
kuat. Guna memperkuat armada dalam mengamankan lalu lintas perdagangan melalui
laut, Sriwijaya memanfaatkan sumber daya manusia yang tersebar di seluruh
wilayah kekuasaannya, yang kini disebut “kekuatan pengganda”.

Runtuhnya Sriwijaya disusul naiknya Kerajaan Majapahit (1293-1478 M) yang
semula agraris. Majapahit lalu berkembang menjadi kerajaan maritim setelah
Gajah Mada menjadi mahapatih. Dengan Sumpah Palapa, Gajah Mada bercita-cita
menyatukan nusantara dan diangkatlah Laksamana Nala sebagai Jaladimantri yang
bertugas memimpin kekuatan laut Kerajaan Majapahit. Dengan armada laut yang
kuat, kekuasaan Majapahit amat luas hingga keluar nusantara.

Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan Demak
jarang diberitakan. Kekuatan maritim Kerajaan Demak dibuktikan dengan mengirim
armada laut sebanyak 100 buah kapal dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis
di Malaka. Pemimpin armada itu adalah Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang
Lor. Meski berteknologi sederhana, Demak mampu mengerahkan pasukan dan
perbekalan dari utara Pulau Jawa menuju semenanjung Malaka.

Sejarah itu menggambarkan kehebatan armada niaga, keandalan manajemen
transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni dari beberapa kerajaan di
nusantara yang mampu menyatukan wilayah luas dan disegani bangsa lain. Dengan
armada niaga yang besar, kerajaan bersosialisasi dan membawa hasil alam sebagai
komoditas perdagangan ke negeri lain. Dan untuk menjaga keamanan, kerajaan
memiliki armada laut yang kuat.

Sayang, beberapa kerajaan besar itu jatuh bukan karena serangan lawan, tetapi
karena “perang saudara”. Kondisi itu dimanfaatkan kekuatan asing untuk
menguasai wilayah ini. Dengan mempelajari kondisi kerajaan dan kultur penguasa
di nusantara, kekuatan asing mampu menduduki negeri ini dengan menjauhkan
penghidupan masyarakat dari laut. Masyarakat digiring untuk kembali menjadi
petani. Lama-kelaman armada laut kerajaan menjadi kecil. Kesempatan ini
dimanfaatkan kekuatan asing, seperti Portugis, Inggris, dan VOC, untuk ganti
menguasai laut nusantara. Dengan terdesaknya raja-raja ke pedalaman dan
dikuasainya berbagai pelabuhan oleh asing, sejak saat itu paradigma maritim
kita diubah penjajah, menjadi bangsa agraris.

Bangsa pelaut

Sejarah menyakitkan itu dibaca para pejuang kemerdekaan Indonesia. Untuk itu,
ketika bangsa ini baru mulai hidup di alam kemerdekaan, para pemimpin kita
sadar atas kondisi geografis dan kejayaan masa lampau sebagai bangsa bahari.

Saat membuka Institut Angkatan Laut (IAL) tahun 1953 di Surabaya, Presiden
Soekarno berpesan, “.usahakan penyempurnaan keadaan kita ini dengan menggunakan
kesempatan yang diberikan oleh kemerdekaan. Usahakan agar kita menjadi bangsa
pelaut kembali. Ya…, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar
menjadi jongos di kapal… bukan! tetapi bangsa pelaut dalam arti cakrawati
samudra. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang
mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi
irama gelombang lautan itu sendiri “.

Hal ini dibuktikan Soekarno. Tahun 1960-an kekuatan Angkatan Laut Indonesia
adalah yang terbesar di Asia Tenggara dengan komposisi 234 kapal perang terdiri
dari sebuah kapal penjelajah (cruiser), 12 kapal selam, 7 kapal perusak
(destroyer), 7 fregat, dan beberapa jenis kapal perang lain. Dalam usia
kemerdekaan yang masih muda, para pemimpin telah memfokuskan kekuatan militer
berdasarkan konstelasi geografis. Dengan kekuatan militer, bangsa ini mampu
mengusir Belanda yang saat itu masih mempertahankan Irian Barat.

Mengapa Belanda meninggalkan Irian Barat tanpa pertempuran? Terlepas dari upaya
diplomasi politik saat itu, jawaban kuatnya adalah kuat dan solidnya TNI,
terutama kekuatan lautnya. Besarnya armada laut dengan persenjataan canggih
saat itu, mampu mengangkut pasukan dalam jumlah besar, siap melaksanakan
pertempuran laut. Maka, saat itu, Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi.

Seiring perjalanan waktu dan akibat kondisi ekonomi yang berbeda serta
perhatian pada maritim berkurang membuat kekuatan laut kita mencapai
antiklimaks. Peralatan alutsista rontok, menjadi besi tua. Armada niaga kita
pun bernasib sama. Meski tak laik, dipaksa melaut sehingga kadang terjadi
kecelakaan.

Menuju AL yang kuat

Kini keadaan relatif membaik. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, terutama Pasal 3 Ayat (2) menyatakan, pertahanan negara
disusun dengan memerhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara
kepulauan. Artinya, pemimpin Indonesia menyadari, laut berikut segala aktivitas
di dalamnya dapat menjadi tumpuan masa depan bangsa. Bagi TNI AL, ini merupakan
tantangan, menjaga keamanan perairan dari gangguan ataupun ancaman kedaulatan.
Untuk itu, dibutuhkan Angkatan Laut yang kuat dan upaya menuju ke arah itu
telah dimulai.

Saat ini telah dibeli empat korvet kelas Sigma dari Belanda, sebuah kapal sudah
tiba di Tanah Air, KRI Diponegoro-365, sisanya masih diselesaikan. Dari Korea
juga telah datang dua kapal LPD, disusul segera dua lainnya yang masih
dibangun. Meski anggaran menjadi kendala, dengan perencanaan yang baik
mudah-mudahan kapal-kapal lain akan menyusul memperkuat kekuatan penjaga laut
kita. Kita berharap perhatian dalam aspek maritim tidak hanya tertumpu pada
pembangunan kekuatan angkatan laut, tetapi mampu mengembalikan Indonesia
sebagai negara bahari.

Bangsa yang memiliki karakter bahari tidak harus diartikan bangsa yang sebagian
besar masyarakatnya adalah nelayan, tetapi bangsa yang menyadari kehidupan masa
depannya bergantung pada lautan. Intinya, selalu menoleh, menggali, dan
memanfaatkan laut sebagai tulang punggung bangsa dan negara.

Laksamana Sumardjono Kepala Staf TNI Angkatan Laut

One response so far

Jan
29
2010
Di mana pusat SRIWIJAYA
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Di Mana Pusat Sriwijaya : Argumen Geomorfologi

Awang Satyana
Tue, 12 Aug 2008 17:47:27 -0700

Kerajaan Sriwijaya (683-1377 M) adalah kerajaan maritim tertua di Indonesia dan
merupakan kerajaan pertama di Nusantara yang menguasai banyak wilayah : seluruh
Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Mindanao.
Karena wilayah kekuasaannya itu, Sriwijaya di dalam literatur sejarah suka
disebut sebagai Negara Nusantara I. Dalam hal keberadaannya, Sriwijaya punya
periode kekuasaan tiga kali lebih panjang daripada Majapahit, meskipun
Majapahit juga yang menaklukkan Sriwijaya.

Para ahli sejarah, arkeologi dan ilmu-ilmu yang terkait (termasuk geologi),
pernah bersilang pendapat soal pusat kerajaan besar ini. Literatur-literatur
sejarah pernah menyebut pusat-pusat kerajaan ini di : Palembang, Jambi, Malaya,
Thailand, bahkan Jawa.

Adalah I-Tsing (Yi-Jing), musafir Cina yang belajar agama Budha di Sriwijaya
yang menyebutkan bahwa pusat/kota Sriwijaya terletak di daerah khatulistiwa.
I-tsing mendeskripsikan tempat itu sebagai : “apabila orang berdiri tepat pada
tengah hari, maka tidak akan kelihatan bayangannya”. Coedes, ilmuwan Prancis
sejak awal abad ke-20 mengajukan argumen bahwa pusat Sriwijaya terletak di
sekitar kota Palembang sekarang (dalam Robequain, 1964, “Malaya, Indonesia,
Borneo, and the Philippines”, Longman)

Sukmono, arkeolog Indonesia pada suatu Kongres Ilmiah Pasifik tahun 1957
(dipublikasi dalam “Geomorphology and the location of Criwijaya”, Majalah
Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, April 1963) menantang argumen/hipotesis Coedes dan
menyatakan bahwa pusat Sriwijaya di Jambi. Ini didasarkannya kepada analisis
geomorfologi yang didukung foto udara. Sukmono diinspirasi oleh ahli
geomorfologi Belanda Obdeyn yang pada tahun 1941-1944 mempublikasi seri paper
tentang perkembangan geomorfologi Sumatra Selatan (dalam Tijdschrift. Kon. Ned.
Aardr. Gen no 59-61 – hasil penelitian ini digunakan juga oleh Bemmelen (1949)
dalam adikaryanya “The Geology of Indonesia”.

Tahun 1954, Sukmono dibantu Angkatan Udara RI merekonstruksi pantai timur
Sumatra di sekitar Palembang dan Jambi melalui telaah fotogrametri. Sukmono
menemukan kesimpulan menarik : semua situs peninggalan Sriwijaya baik yang di
sekitar Palembang maupun Jambi berlokasi bukan di tanah aluvial, tetapi di
tanah perbukitan berbatuan sedimen Neogen. Penelitian ini pun menemukan bahwa
Jambi dulunya berlokasi di suatu teluk pada muara Sungai Batanghari. Teluk
tersebut menjorok masuk ke daratan sampai wilayah Muaratembesi sekarang.
Sementara itu, Palembang justru terletak di sebuah ujung jazirah yang memanjang
ke laut berpangkal dari Sekayu sekarang. Baik Jambi maupun Palembang saat ini
berjarak 75 km dari laut di sebelah timurnya.

Sukmono berkesimpulan, sebagai kerajaan maritim yang besar, Sriwijaya sebgai
bandar besar lebih mungkin terletak di tepi sebuah teluk yang besar daripada di
ujung jazirah yang sempit. Sukmono juga mengajukan argumen-argumen arkeologi di
samping argumen geomorfologi.

Pendapat Sukmono mendapat dukungan dari Sartono, geolog dan arkeolog ITB, juga
Slametmuljana, ahli sejarah (dalam Slametmuljana, 1981 “Kuntala, Sriwijaya dan
Suwarnabhumi”, Yayasan Idayu). Sartono berpendapat bahwa teluk di sekitar Jambi
saat zaman Sriwijaya begitu besarnya sehingga orang mengira bahwa itu merupakan
perbatasan antara Swarnadwipa (Jambi ke utara) dan Jawadwipa (Palembang,
Lampung dan Jawa). Selat Sunda belum diketahui adanya atau mungkin belum seluas
sekarang, hanya teluk besar saja bukan selat (lihat tulisan saya terdahulu soal
“para pendahulu Tarumanegara” di milis ini). Harrison (1954) “Zuid-Oost Azie :
en beknopte geschiedenis” berpendapat bahwa Selat Sunda terbentuk akibat
tenggelamnya wilayah ini akibat volkanisme dan gempa-gempa Krakatau sepanjang
masa.

Masih menurut Sartono, di sekitar Jambi pada zaman Sriwijaya terdapat sebuah
teluk purba yang dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh. Ini memanjang ke arah
tenggara dan menjadi perbukitan Bukit Bakar dan Bukit Tutuhan serta Teluk
Sirih. Ke arah barat, teluk tersebut berhenti di Pegunungan Barisan dan
bercabang menjadi dua teluk kecil yaitu Teluk Tebo dan Teluk Tembesi. Di
antaranya, terjepitlah Bukit Duabelas. Di Teluk Tebo bermuara Batang Tembesi
dan anak-anak sungainya.

Adapun kota Palembang menempati suatu ujung jazirah sempit yang berupa bukit
setinggi 26 meter di atas permukaan laut. Inilah yang dinamakan Bukit Seguntang
(”guntang” dalam bahasa Melayu Kuno berarti terapung). Memang, ujung jazirah
ini seolah-olah terapung diapit dua teluk sempit.

Maka berdasarkan analisis paleogeografi (paleogeomorfologi), Sukmono dan
Sartono berpendapat bahwa kota Sriwijaya yang besar tak mungkin berlokasi di
suatu wilayah tanah genting berupa ujung jazirah sempit seperti Palembang,
tetapi di kota Jambi yang terletak di tepi teluk yang besar (bandingkan dengan
kota Jakarta yang berlokasi di tepi Teluk Jakarta).

Namun, pendapat Sukmono dan Sartono bukan merupakan pendapat final sekalipun
cukup meyakinkan.

Tahun 1982 diadakan kongres internasional khusus mendiskusikan lokasi pusat
Sriwijaya (Daldjoeni, 1992 ”Geografi Kesejarahan, Alumni). Kongres dihadiri
para ahli dari Indonesia, Prancis, Belanda dan Thailand. Para ahli bersepakat
bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya pada masa awal berlokasi di Palembang kemudian
pindah ke Jambi. Kapan masa awal itu ? Antara abad ke-7 sampai abad ke-9, kata
Casparis ahli dari Prancis. Casparis pun berpendapat mungkin saja kedua kota
itu bersama-sama jadi ibukota Sriwijaya. Palembang wajar jadi ibukota kerajaan,
di samping diapit dua teluk, terdapat Pulau Bangka di depannya yang merupakan
jalur memutar dari Malaka menuju Cina (dulu belum ada jalan laut di antara
pulau-pulau Kepulauan Riau). Ini posisi strategis sebagai bandar. Manguin,
arkeolog Prancis mendukung pendapat itu sebab banyak prasasti menyebut
Palembang, juga ada catatan-catatan dari para pelaut Portugis. Namun reruntuhan
pusat kerajaan belum ditemukan di
Palembang.

Mengapa Sriwijaya mundur ? Robequain (1964) berpendapat bahwa kemunduran
terjadi akibat pendangkalan pantai-pantai timur Sumatra dan sedimentasi
muara-muara sungainya. van Bemmelen (1949) menulis bahwa garis pantai di muara
Batanghari telah maju setahun rata-rata 75 meter, sedangkan garis pantai di
muara Musi telah maju setahun rata-rata 125 meter. Sedimentasi Musi lebih
tinggi dibandingkan Batanghari, mungkin itu pula yang membuat Sriwijaya
memindahkan ibukotanya ke Jambi.

Tahun 1377, Raja Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan pasukannya ke Sumatra dan
tunduklah beberapa kerajaan di Sumatra termasuk Sriwijaya. Itu adalah babak
terakhir Sriwijaya, sebenarnya Sriwijaya telah lemah sejak abad ke-10 saat
Dharmawangsa menyerangnya pada tahun 990 M. Perdagangan laut yang mundur
seiring lajunya sedimentasi Batanghari dan Musi menjadi pencetus melemahnya
Sriwijaya. Sebuah bukti lagi bahwa alam memainkan peranannya dalam bangun dan
jatuhnya kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Sesungguhnya sampai sekarang pun kita terus-menerus dipengaruhi alam. Bagaimana
menjinakkan semburan LUSI ? Bagaimana mengantisipasi penenggelaman pantai utara
Jakarta oleh land subsidence dan transgresi ? Bagaimana hidup berdampingan
secara aman di negeri dengan ratusan gunungapi ? Berapa banyak nyawa dan korban
harta benda telah direnggut gempa dan tsunami ? Alam punya siklus dan
tanda-tanda tertentu yang bisa manusia pelajari. Semoga bijak kita sikapi. Masa
lalu tetap berguna untuk masa kini.

Salam,
awang

No responses yet

Jan
29
2010
BAHAN TAMBANG DI INDONESIA
Published by iwantaufik under BAHAN TAMBANG DI INDONESIA

BAHAN BAHAN GALIAN di INDONESIA

Oleh: AsianBrain.com Content Team

Pemanfaatan bahan galian adalah langkah positif yang tak terhindarkan untuk mencukupi kebutuhan yang telah di tentukan oleh harga pasar mineral yang selalu mendorong upaya eksploitasi bahan galian semaksimal mungkin

1. Almunium
Almunium adalah logam putih perak, ringan, dan mulur. Almunium digunakan untuk peralatan dapur, peralatan rumah tangga, mebel, dan lain-lain. Tambang almunium terdapat di Papua.

2. Asbes
Tambang asbes terdapat di :

* Kuningan : Jawa Barat
* Papua
* Pulau Halmahera : Maluku
* Pulau Seram : Maluku

3. Aspal
Tambang aspal terdapat di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Aspal juga dihasilkan oleh Permigan Wonokromo, Jawa timur, sebagai hasil pengolahan minyak bumi.

4. Batubara
Daerah-daerah penghasil batubara adalah :

* Bukitasam : Pusatnya di Tanjungenim, Sumatra Selatan.
* Kotabaru : Pulau Laut, Kalimantan Selatan.
* Sungai Berau : Pusatnya di Samarinda, Kalimantan Timur.
* Umbilin : Pusatnya di Sawahlunto, Sumatra Barat.

Selain itu, tambang batubara terdapat juga di Bengkulu, Jawa Barat, Papua dan Sulawesi Selatan. Tambang batubara dusahakan oleh PN Batubura.

5. Bauksit
Bauksit adalah bahan baku almunium. Tambang bauksit terdapat di pulau Bintan (Riau) dan Singkawang (Kalimantan Barat). Selain itu, terdapat pula di Kalimantan Tengah.

6. Belerang
Belerang digunakan sebagai bahan obat patek dan korek api. Tambang belerang terdapat di gunung Patuha (Jawa Barat) dan Gunung Welirang (Jawa Timur).
Selain itu, terdapat pula di Jambi, Jawa Tengah, dan Sulawesi.

7. Bijih besi
Tambang bijih besi terdapat di :

* Cilacap (pasir besi) : Jawa Tengah
* Cilegon : Banten
* Gunung Tegak : Lampung
* Lengkabana : Sulawesi Tengah.
* Longkana : Sulawesi Tengah.
* Pegunungan Verbeek : Sulawesi Tengah.
* Pulau Demawan : Kalimantan Selatan.
* Pulau Sebuku : Kalimantan Selatan.
* Pulau Suwang : Kalimantan Selatan.

Selain itu terdapat juga di Bengkulu, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Bijih besi diolah oleh PT Krakatau Steel. C,tegon. Jawa Barat. Pasir hesi diolah PN Aneka Tambang, Cilacap, Jawa Tengah.

8. Emas dan Perak
Tambang emas dan perak terdapat di :

* Bengkalis : Sumatra
* Bolaang Mangondow : Sulawesi Utara.
* Cikotok : Jawa Barat.
* Logas : Riau
* Meuleboh : DI Aceh
* Rejang Lebong : Bengkulu

Selain itu terdapat juga di Lampung, Jambi, Kalimantan Barat. Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Pabrik pengolahan emas terdapat di Cikotok, Jawa Barat.

9. Fosfat
Fosfat merupakan persenyawaan kotoran kelelawar dengan batu kapur.
Fosfat digunakan dalam industri pupuk Fosfat banyak terdapat di Bogor, Pangandaran (Jawa Barat), Gombong, Purwokerto ( Jawa Tengah), dan Bojonegoro.

10. Garam
Garam dibuat dengan menampung air laut, kemudian diupkan dengan sinar matahari sehingga tertinggal Kristal-kristal garamnya. Garam banyak diusahakan di Pulau Madura, Jawa Timur.

11. Garam Batu
Garam batu digunakan untuk bahan obat-obatan. Garam batu banyak terdapat di Kepulauan Kei.

12. Gas Alam
Gas alam terdapat di Arun (Di Aceh) dan Bontang (Kalimantan). Gas alam Juga terdapat di daerah Jawa Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.

13. Gips
Gips banyak digunakan dalam industry keramik. Gips ditambang di daerah Cirebon, Rembang, Kalianget, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.

14. Grafit
Tambang grafit terdapat di terdapat di Payakumbuh dan Singkarak (Sumatra Barat).
Grafit digunakan sebagai bahan pembuat pensil.

15. Granit
Tambang granit terdapat di DI Yogyakarta, Lampung dan Riau.

16. Intan
Intan banyak terdapat di Kalimantan Selatan. Tempat pengasahannya di Matapura. Selain itu terdapat juga di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

17. Kapur
Tambang kapur banvak terdapat di Jawa Tengah. Lampung, NTT. Sulawesi Tenggara. dan Sumatra Barat.

18. Mangaan
Tambang mangan terdapat di Kliripan (DI Yogyakarta) dan Tasikmalaya (Jawa Barat). Tambang mangan juga terdapat di Lampung, Maluku, NTB dan Sulawesi Utara.

19. Marmer
Tambang marmer terdapat di Besok, daerah Wijak, Tulungagung (Jawa Timur). Tambang marmer juga terdapat di DI Yogyakarta, Lampung, Papua dan Sumatra Barat.

20. Mika
Tambang mika terdapat di Pulau Paleng (Sulawesi Selatan) dan Donggala (Sulawesi Tengah).

21. Minyak bumi

A. Tambang Minyak Bumi
Tambang minyak bumi terdapat di :

* Babo : Papua
* Cepu : Jawa Tengah
* Delta Sungai Berantas : Jawa Timur
* Dumai : Riau
* Kembatin : Kalimantan Tengah
* Kepulauan Natuna : Riau
* Klamano : Papua
* Lhokseumawe : DI Aceh
* Majalengka : JawaBarat
* Peureuk : Jawa Barat
* Plaju : Sumatra Selatan
* Pulau Bunyu : KalimantanTimur
* Pulau Seram : Maluku
* Pulau Tarakan : Kalimantan Timur
* Pulau Tenggara : Maluku
* Surolangun : Jambi
* Sorong : Papua
* Sungai Gerong : Sumatra Selatan
* Sungai Mahakam : Kalimantan Timur
* Sungai Paking : Riau
* Tanjungpura : SumatraUtara

B. Pabrik Pengolahan Minyak Bumi
Pabrik pengolahan minyak bumi terdapat di :

* Balikpapan : Kalimantan Timur
* Cepu : Jawa Tengah
* Cilacap : Jawa Tengah
* Pangkalan Brandan : SumatraUtara
* Plaju : Sumatra Selatan
* Sungai Gerong : Sumatra Selatan
* Wonokromo : Jawa Timur

C. Hasil Olahan Minyak Bumi
Dari minyak bumi dapat diolah menjadi bensol, bensin. Minyak tanah, premium, vaselin, parafin, malam, malariol, kerosin dan aspal.

D. Pelabuhan-Pelabuhan Minyak
Pelabuhan minyak terdapat di Balikpapan, Pangkalansusu, Plaju,Pulau Sambu. Samudrapura, Sabang, Sungai Gerong, Tanjung Perak. dan Tarakan.

E. Pengusaha Nasional dan Asing Minyak Bumi di Indonesia

* Pengusaha nasional Pertamina (Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional) dan Permigan.
* Pengusaha asing PT Caltex (California Texas Oil Company). PT Stanvac Indonesia (PTSI) dan NNGPM (Nederlandse New Guinea Petralium Maatcappy).

22. Nikel
Nikel banyak terdapat di Kalimantan Barat, Maluku, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

23. Pasir Kwarsa
Pasir Kwarsa banyak terdapat di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sulawesi Tenggara.

24. Perunggu
Perunggu banyak terdapat di Sulawesi Utara.

25. Semen
Bahan-bahan semen banyak terdapat di :

* Gresik : JawaTimur
* Indarung : Sumatra Barat
* Laah Kulu : Kalimantan Timur
* Sukabumi : JawaBarat
* Tonasa : Sulawesi Selatan

26. Tembaga
Tambang tembaga terdapat di :

* Cikotok : JawaBarat
* Kompara : Papua
* Sangkarapi : Sulawesi Selatan
* Tirtamaya : Jawa Tengah

Selain itu, terdapat juga di daerah Jambi dan Sulawesi Tengah.

27. Timah
Tambang timah terdapat di :

* Bangkinang : Riau
* Dabo : Pulau Singkep
* Manggar : Pulau Belitung
* Sungai Liat : Pulau Bangka

Pabrik pelabuhan bijih timah terdapat di Muntok (Pulau Belitung)

28. Tras
Tras adalah sejenis batu truf. Banvak di[tampung di Gunung Mulia (Jawa Tengah) dan daerah Priangan (Jawa Barat) selain itu terdapat juga di Sumatra Barat.

29. Yodium
Tambang Yodium terdapat di Semarang( Jawa Tengah) dan Jombang (Jawa Timur). Yodium digunakan untuk bahan obat dan peramu garam dapur.
Tentang Penulis: AsianBrain.com Content Team. Asian Brain adalah pusat pendidikan Internet Marketing PERTAMA & TERBAIK di Indonesia. Didirikan oleh Anne Ahira yang kini menjadi ICON Internet Marketing Indonesia. Kunjungi situsnya: www.AsianBrain.com

Kebesaran Kerajaan Sriwijaya Yang Nyaris Tak Tersisa
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Kebesaran Sriwijaya yang nyaris tak tersisa

Orang Palembang mirip China,

Kenapa mayoritas orang Palembang di Sumatra Selatan mirip China, walau ia
beragama Islam? Itulah sebagian ’sisa hidup’ peninggalan Kerajaan Sriwijaya
yang pernah
berjaya di kawasan Asia. Kerajinan tenun songket khas Palembang, pakaian
adat Palembang yang mirip China, dan tari-tarian tradisional, termasuk
peninggalan Sriwijaya yang hingga kini masih dapat kita nikmati. Apakah
empek-empek juga termasuk jenis udapan yang sudah dikenal pada masa
Sriwijaya berjaya? Mungkin saja begitu.

Pada abad ke 7 hingga 13 M, Sriwijaya mengalami zaman keemasan. Sebagai
kerajaan maritim, namanya dikenal hingga ke mancanegara. Kekuatan maritim dapat
dilacak dari peninggalan kemudi kapal Sriwijaya yang ditemukan di
Sungai Buah, Palembang, pada 1960-an. Kemudi yang terbuat dari kayu onglen
hitam itu panjangnya mencapai delapan meter. Tak heran kalau armada kapal
milik Sriwijaya mampu berlayar ke China dengan membawa komoditas perkebunan,
seperti cengkeh, pala, lada, timah, rempah-rempah, emas, dan perak.
Barang-barang itu dibeli
atau ditukar dengan porselin, kain katun, atau kain sutra.

Pada masa kegemilangannya, banyak pendatang dari mancanegara singgah ke
Sriwijaya sekadar untuk tetirah atau berniaga. Beragam jenis kapal bertambat
di pelabuhan Sungai Musi. Mereka juga bermukim di kerajaan yang dulunya
menjadi pusat pendidikan ajaran Budha dan ilmu pengetahuan. Beberapa bangsawan
dan orang kebanyakan menikah dengan
pendatang dari China. Tak heran kini mayoritas orang Palembang kebanyakan
berkulit kuning langsat dan bermata sipit. Apabila para bangsawan Sriwijaya tak
dibantai habis
pasukan Majapahit, kemungkinan mereka adalah keturunannya. Nasib ribuan
pendeta Budha juga tak jelas hingga kini. Apakah mereka dihabisi pasukan
Majapahit atau menyingkir ke Tanah Jawa, Thailand, China, dan India? Atau
mereka harus berganti agama kala Islam masuk ke bekas kerajaan Sriwijaya? Tapi
yang jelas,
sebagian dari mereka adalah keturunan para pedagang China, dan juga para bajak
laut asal
China yang menguasai jalur sungai dan laut selama 200 tahun lamanya,
usai Sriwijaya hancur lebur diserbu Majapahit. Keganasan para perompak itu
berakhir setelah Panglima Perang Chengho yang diutus penguasa China datang dan
memerangi mereka.

Sebagian perompak yang selamat dari serbuan Chengho, lalu alih usaha
di daratan, beranak pinak, dan membentuk koloni tersendiri. Mereka
memutus tradisi dan nilai-nilai yang berkembang di tanah leluhur bangsa China,
dan
sebaliknya menanamkan kehidupan khas perompak yang berangasan. Sebuah
tugu prasasti di Kampung Kapiten, Kelurahan Tujuh Ulu, Kecamatan Seberang
Ulu I, Palembang, menunjukkan pemujaan kepada Dewa Samudra, sebagai peringatan
adanya komunitas China yang menetap di Palembang. Adakah kaitan
antara mereka dan ‘Preman Palembang’ yang kini tersohor itu? Sepertinya
perlu ada penelitian yang lebih mendalam. Kalau di Palembang ada Kampung Jawa,
bisa jadi mereka adalah keturunan pasukan Majapahit yang menetap disana.

Secuil peninggalan berbentuk benda mati seperti arca kini masih bisa Anda simak
di Museum Bala Putradewa, Palembang, Sumatra Selatan. Tercatat ada 2 museum
lagi di Palembang, yaitu Museum Situs Taman Purbakala Sriwijaya (TPKS) dan
Museum Sultan Badaruddin II, namun semuanya tak terawat dengan baik. Perlu ada
upaya pemerintah untuk menyatukan ketiganya, dan menamai museum itu ‘Museum
Sriwijaya’.

Sejak penjajahan Belanda hingga kini, sisa-sisa kejayaan Sriwijaya berupa
barang antik telah pindah tangan ke luar negeri. Palembang, Jambi, dan Lampung
adalah padang perburuan
bagi kolektor dan pedagang barang antik. Kini tak lagi tersisa.

Dimanakah pusat Kerajaan Sriwijaya?

Itulah pertanyaan yang hingga kini masih menggantung, karena belum juga
ditemukan peninggalan istana atau kraton. Kemungkinan besar pada saat
penyerbuan pasukan Majapahit, istana tersebut dibumi hanguskan. Sejumlah
manuskrip dan prasasti tentang kerajaan Sriwijaya juga banyak yang telah rusak,
hilang, atau masih terkubur dalam tanah. Ketidak lengkapan temuan arkeologis
tersebut menyebabkan para peneliti kesulitan menyusun sejarah kemunculan
dan pertumbuhan Kerajaan Sriwijaya secara lengkap dan runtut.

Sejarah Sriwijaya justru banyak disusun berdasarkan berita-berita dari
pengelana asing, seperti dari China, India atau Arab. Setidaknya ada 18 situs
dari masa Sriwijaya di Palembang. Empat situs diantaranya memiliki penanggalan
sekitar abad ke-7 sampai ke-9, yaitu situs Candi Angsoka, prasasti Kedukan
Bukit, situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Beberapa prasasti juga
telah ditemukan, yang isinya menceritakan keberadaan Sriwijaya dan kutukan bagi
para pembangkang. Beberapa peninggalan Sriwijaya juga ditemukan di Jambi,
Lampung, Riau, dan Thailand.

Kebesaran Sriwijaya juga terlacak dari peninggalan di India dan Jawa. Prasasti
Dewapaladewa dari Nalanda, India, abad ke-9 Masehi menyebutkan, Raja
Balaputradewa dari Swarnadipa (Sriwijaya) membuat sebuah biara. Prasasti
Rajaraja I tahun 1046 mengisahkan pula, Raja Kataha dan Sriwiyasa
Marajayayottunggawarman dari Sriwijaya menghibahkan satu wilayah desa
pembangunan biara Cudamaniwarna di kota Nagipattana. India. Manuskrip sejarah,
seperti Kitab Sejarah Dinasti Song dan Dinasti Ming, berada di China. Raja
Sriwijaya juga mendukung penuh pembangunan Candi Borobudur di Pulau
Jawa yang terbuat dari batu gunung. Sedangkan candi-candi peninggalan
Sriwijaya di Sumatra semuanya terbuat dari batu bata yang cepat aus dimakan
zaman. Kenapa? Karena lokasinya jauh dari gunung.

Kabar terakhir datang dari Malaysia. Raimy Che-Ross, peneliti Malaysia,
pada tahun lalu menemukan sebuah kota yang hilang di pedalaman Johor.
Rahasia itu terkuak berawal dari sebuah naskah kuno milik Stamford Raffles.
Ia memperkirakan reruntuhan puing itu berasal dari kota Gelanggi yang pada 1025
M diserbu pasukan Chola dari India Selatan pimpinan Raja Rajendra Cholavarman.
Kota itu
dulunya terkait erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Pada 1612, Tun Seri
Lanang, bendahara Royal Court di Johor, menyebut kota Gelanggi yang
hilang sebagai Perbendaharaan Permata (Treasury of Jewels). Sebagai
catatan, pasukan Cola bergabung dengan Kerajaan Majapahit untuk menyerbu
Sriwijaya pada 1377 hingga ludes. Palembang pun lalu jadi kota mati, dan
tak lama kemudian dikuasai para perompak dari China. Para bajak laut
itu digempur pasukan China pimpinan Chengho, armada Majapahit dengan
dukungan Raja Aditiawarman dari Kerajaan Melayu.

Sriwijaya telah hilang ditelan zaman

Menurut budayawan dan ketua Dewan Kesenian Sumatra Selatan (DKSS) Djohan
Hanifah
kepada Kompas, kebesaran Sriwijaya benar-benar terputus oleh kekuasaan Kerajaan
Palembang Darussalam dan Belanda, yang membangun budaya jauh berbeda. “Beberapa
candi dan peninggalan Sriwijaya sempat dihancurkan dan dikubur dalam tanah
dengan alasan teologis. Estetika, ilmu pengetahuan, dan seni yang berkembang
pada masa Sriwijaya
tak lagi tumbuh pada masa berikutnya sampai sekarang,” ujarnya.

Kebesaran Sriwijaya
memang benar-benar telah hilang dimakan nafsu para penjarah, perselingkuhan
politik kekuasaan, penyebaran agama baru, dan lalu musnah ditelan zaman.
Kota Palembang yang kini kian metropolis dan hingar bingar membuat peninggalan
masa lalu jadi bertambah kesepian. Pertanyaan penting: Masih adakah spirit
untuk membangkitkan kembali kebesaran masa lalu di hati sanubari
masyarakat Sumatra Selatan, khususnya penduduk Palembang? Walahualam.

==================================
Runtutan Waktu (Timeline) - M/AD
_________________
400
Hindu dan Budha telah berkembang di Indonesia dilihat dari sejarah
kerajaan-kerajaan
dan peninggalan-peninggalan pada masa itu antara lain candi, patung dewa, seni
ukir, barang-barang logam.
_________________
650
Kerajaan Sriwijaya mampu mengendalikan Selat Malaka selama 640 tahun,
sejak 650 hingga ditaklukkan Singosari pada 1290.
——
Raimy Che-Ross, peneliti Malaysia, pada 2004 menemukan sebuah kota yang hilang
di pedalaman Johor (bertarikh 650 M). Berawal dari sebuah naskah kuno milik
Stamford Raffles.
Ia memperkirakan reruntuhan puing itu berasal dari kota Gelanggi yang pada
1025 diserbu pasukan Chola dari India Selatan pimpinan Raja Rajendra
Cholavarman.
_________________
671
I Tsing, seorang pendeta Budha dari Cina, berangkat dari Kanton ke India.
Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar tatabahasa Sansekerta, kemudian
ia singgah di Melayu selama dua bulan, dan baru melanjutkan perjalanannya
ke India.
_________________
682
Dapunta Hyang Sri Jayanasa bersama balatentaranya mendirikan wanua
(tempat tinggal) Sriwijaya.
__________________
684
Pembangunan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa.
__________________
685
I-Tsing kembali ke Sriwijaya, disini ia tinggal selama empat tahun untuk
menterjemahkan kitab suci Budha dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina.
_________________
692
Salah satu kerajaan Hindu di Indonesia yaitu Sriwijaya tumbuh dan berkembang
menjadi besar dan pusat perdagangan yang dikunjungi pedagang Arab, Parsi, Cina.
Yang diperdagangkan antara lain tekstil, kapur barus, mutiara, rempah-rempah,
emas, perak. Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatera Utara,
Sunda, Jambi termasuk kekuasaaan Sriwijaya. Pada masa ini perkembangan kerajaan
Sriwijaya berkaitan dengan masa ekspansi Islam di Indonesia dalam periode
permulaan. Sriwijaya dikenal juga sebagai
kerajaan maritim.
_________________
800
Candi Borobudur dibangun kerabat dan rakyat wangsa/dinasti Cailendra (750-842)
yang
berkuasa pada saat itu. Borobudur dibangun 300 tahun sebelum Angkor Wat,
Kamboja. Borobudur tersusun dari batu lahar seluas 55 ribu m2 dan berada
di atas bukit. Candi ini sempat dipugar atas bantuan UNESCO, pada Agustus
1983 ditetapkan sebagai tempat bersejarah dunia.
—-
Prasasti Dewapaladewa dari Nalanda, India, abad ke-9 Masehi menyebutkan,
Raja Balaputradewa dari Swarnadipa (Sriwijaya) membuat sebuah biara.
_________________
1100
Islam diperkirakan mulai masuk ke Indonesia pertama kali melalui Aceh pada
abad 11-12 M (Samudra Pasai).
_________________
1025
Pasukan Chola dari India pimpinan Raja Rajendra Cholavarman menggempur
kota Gelanggi (kini Johor pedalaman). Sebelumnya menggempur kota Gangga
Negara (kini Beruas di Perak).
__________________
1046
Raja Kataha dan Sriwiyasa Marajayayottunggawarman dari Sriwijaya menghibahkan
satu wilayah desa pembangunan biara Cudamaniwarna di kota Nagipattana, India.
_________________
1270 - 1297
Malikussaleh, raja Kerajaan Islam Samudera Pasai yang pertama kali membawa
masuk ajaran Islam ke Asia Tenggara. Di samping makamnya yang sederhana,
terdapat juga makam putranya, Malikuddhahir
(1297-1326 M).
_________________
1290
Kerajaan Singosari menaklukkan Sriwijaya.
_________________
1345 - 1346
Musafir Maroko, Ibn Battuta melewati Samudra Pasai dalam perjalanannya ke dan
dari China. Diketahui juga bahwa Samudra merupakan pelabuhan yang
sangat penting, tempat kapal-kapal dagang dari India dan Cina.
Ibn Battuta mendapati bahwa penguasa Samudra Pasai adalah seorang pengikut
Mahzab Syafi’i salah satu ajaran dalam Islam.
_________________
1350 - 1389
Puncak kejayaan Majapahit dibawah pimpinan Raja Hayam Wuruk dan
patihnya Gajah Mada. Majapahit menguasai seluruh kepulauan Indonesia
bahkan Jazirah Malaka sesuai dengan “Sumpah Palapa” Gajah Mada yang
ingin Nusantara bersatu.
____________________
1377
Kerajaan Sriwijaya runtuh sebagai akibat pemisahan negara penghibah upeti
dan penyerbuan massal oleh Kerajaan Cola dari India Selatan dan Kerajaan
Majapahit.
Akhirnya, Sriwijaya ditaklukkan armada bajak laut China. Palembang kemudian
dikuasai secara berturut-turut oleh para perompak dari China, Kesultanan
Palembang Darussalam, dan pemerintah kolonial Belanda.
_________________
?
Perompak asal China menguasai jalur sungai dan laut di Sumatra selama
200 tahun lamanya. Keganasan para perompak itu berakhir setelah Panglima
Perang Chengho yang diutus penguasa China datang dan memerangi mereka.
_________________
1512 - 1515
Tome Pires, seorang ahli obat-obatan dari Lisbon menghabiskan waktunya
di Malaka dan membuat buku yang berjudul Suma Oriental. Menurut Pires
pada masa itu sebagian besar raja-raja Sumatra beragama Islam, mulai
dari Aceh sebelah utara terus menyusur ke pesisir timur hingga
Palembang para penguasanya beragama Islam.
_________________
1600
Kerajaan Palembang Darussalam tumbuh sejak abad ke-16, namun tidak
meneruskan kebesaran Sriwijaya.
_________________
1612
Tun Seri Lanang, bendahara Royal Court di Johor, menyebut kota Gelanggi
yang hilang sebagai Perbendaharaan Permata (Treasury of Jewels). Kota ini
konon masih ada kaitan erat dengan Kerajaan Sriwijaya.
_________________
1682 Pasukan VOC dipimpin Francois Tack dan Isaac de Saint Martin
berlayar menuju Banten guna menguasai perdagangan di Banten. VOC
merebut dan memonopoli perdagangan lada di Banten. Orang-orang Eropa
yang merupakan saingan VOC diusir. Orang-orang Inggris mengundurkan
diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya pos mereka yang
masih ada di Indonesia.
_______________
?
Sultan Mahmud Badaruddin I
__________________
?
Sultan Mahmud Badaruddin II
__________________
1700 - 1900
Kekuasaan Belanda merasuki daerah Palembang sejak awal abad ke-18 sampai
dengan pertengahan abad ke-20 M. Lebih bercorak Kristiani, dan menekankan
perdagangan untuk mengembangkan wilayah jajahan. Kondisi itu semakin menjauhkan
kemegahan Sriwijaya.
__________________
1851
Kesultanan Palembang Darussalam runtuh.
__________________
1892
Desember - JK van der Meulen menemukan prasasti Kota Kapur di dekat Sungai
Mendo, Bangka. Prasasti di atas tanggul batu itu berisi kutukan bagi mereka
yang tidak taat kepada Raja Sriwijaya.
__________________
1918
Nama Sriwijaya mulai dikenal sebagai kerajaan sejak G. Coedes menerbitkan
artikel berjudul ‘Le Royaume de Crivijaya’.
__________________
1920
17 November - Ditemukan prasasti Talangtuo di Desa Gandus, Palembang. Berisi
tulisan
huruf palawa berbahasa Melayu Kuno bertarikh 684 H, menyebutkan tentang
pembangunan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa.

30 Desember - Ditemukan prasasti Kedukan Bukit di tepi Sungai Kedukan Bukit,
Palembang. Prasasti bertarikh 682 M yang dipahat batu kali itu menceritakan
perjalanan Dapunta Hyang bersama balatentaranya untuk mendirikan wanua (tempat
tinggal) Sriwijaya.

__________________
Sumber:
- Ensiklopedi Nasional Indonesia
- Kompas edisi 28 Januari 2005 halaman 30
- Wikipedia
- Sumber data lainnya

No responses yet

Jan
26
2010
Urutan RAJA-RAJA SRIWIJAYA
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Para Maharaja Sriwijaya[28]
Date
King’s name
Capital
Prasasti, catatan pengiriman utusan ke Tiongkok serta peristiwa

683 Jayanasa Palembang
Prasasti Kedukan Bukit (683),
Talang Tuo (684), dan Kota Kapur
Penaklukan Malayu, penaklukan Jawa Tengah
702 Indravarman
Utusan ke Tiongkok 702-716, 724
728 Rudra Vikraman atau Lieou-t’eng-wei-kong Utusan ke Tiongkok 728-748
Tidak ada berita pada periode 728-775
790 Dharmasetu
Nakhon Si Thammarat (Ligor)
Vat Sema Muang
775 Sangramadhananjaya or Vishnu Jawa
Ligor
Naskah Arab (790)
Memulai pembangunan Borobudur pada 770, menaklukkan Kamboja selatan
792 Samaratungga
Jawa
802 kehilangan jajahannya di Kamboja,
825 menyelesaikan pembangunan Borobudur
835 Balaputra
Sri Kaluhunan Jawa-
Palembang Kehilangan Jawa Tengah,
Prasasti Nalanda (860)

Tidak ada berita pada periode 835-960
960 Sri Uda Haridana atau Çri Udayadityavarman Palembang Utusan ke Tiongkok 960
961 Sri Wuja atau Çri Udayadityan Palembang Utusan ke Tiongkok 961-962
Tidak ada berita pada periode 961-980
980 Hia-Tche Palembang Utusan ke Tiongkok 980-983
988 Sri Culamanivarmadeva
Palembang Utusan ke Tiongkok 988-992-1003
990 Jawa menyerang Palembang, pembangunan kuil untuk Kaisar China, Prasasti Tanjore atau Prasasti Leiden (1044), pemberian anugrah desa oleh raja-raja I
1008 Sri Maravijayottungga
Palembang Utusan ke Tiongkok 1008
1017 Sumatrabhumi
Palembang Utusan ke Tiongkok 1017
1025 Sangramavijayottungga
Palembang Diserang oleh Rajendra Chola
Prasasti Chola pada candi Rajaraja, Tanjore
1028 Sri Deva
Palembang Utusan ke Tiongkok 1028
Tidak ada berita pada periode 1028-1064
1064 Dharmavira
Solok, Jambi

Tidak ada berita pada periode 1064-1156
1156 Sri Maharaja
Palembang Utusan ke Tiongkok 1156
Tidak ada berita pada periode 1156-1178

No responses yet

Jan
07
2010
Kerajaan Sriwijaya 3
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

Sejarah Bangsa Indonesia: Kebesaran Sriwijaya

Ini dongeng bukan sembarang dongeng, tetapi dongeng yang ilmiah, ada bukti-bukti sejarahnya. Dan juga dongeng tentang romantika kejayaan masa lampau yang megah yang pernah dicapai nenek moyang kita di masa lalu yang jauh. Semoga dengan sejarah kebesaran nenek moyang kita ini, maka akan tersirat pada hati kita, bahwa kita adalah bangsa yang besar. (sumbernya: South East Asia History, karangan DGE Hall).

1. Seorang raja muda Khmer (Sekarang Kamboja) tanpa memperhitungkan akibatnya telah membual dengan menyatakan keinginannya menyantap kepala Maharaja Sriwijaya di piringnya. Bualan itu sampai pada telinga Maharaja, yang kemudian menanggapinya dengan melakukan serangan yang mengejutkan atas ibukota Khmer dan kemudian menawan Rajanya dan memenggal kepalanya. Sambil membawanya pulang beliau membalsemnya dan mengirimkan kembali dalam kuali sebagai peringatan kepada pengganti raja itu.
Sebuah prasasti di Khmer pada masa belakangan menyebutkan bahwa Jayawarman II sebelum naik tahta telah mengunjungi Jawa. Jelasnya Jayawarman II adalah raja yang ditunjuk Sriwijaya sebagai pengganti raja yang dihabisi oleh Sriwijaya tersebut yang sebelumnya dibawa ke istana Syailendra untuk mengabdi dan dididik agar jangan mengulangi perbuatan raja yang dipenggal kepalanya tadi.
Cerita ini terjadi pada tahun 851, jaman keemasan Sriwijaya saat Sriwijaya juga berkuasa atas Sumatra dan Jawa Tengah dengan bukti kemakmuran dan kemegahan yang tak terbantah yaitu telah membangun monumen paling indah, Borobudur. Cerita ini dituliskan oleh orang Arab bernama Abu Zaid Hasan, dari cerita pelayaran seorang pedagang bernama Sulayman.

2. Pada tahun 671 seorang pendeta budha dari negeri China bernama I Tsing dalam perjalanannya ke India dia mampir ke Srivijaya untuk belajar tata bahasa sanskerta, betapa pentingnya Sriwijaya waktu itu. Dia mengatakan di Sriwijaya ada lebih dari seribu pendeta. Setelah tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya dia bertolak ke Nalanda, India untuk belajar di Universitas Budha mempelajari Mahayana, selama 13 tahun di sana. Kemudian pada tahun 685 kembali ke Sriwijaya untuk menterjemahkan teks Budha ke dalam Bahasa China dan menyusun buku memoarnya yang makan waktu 4 tahun di Sriwijaya. Pada tahun 689 karena kebutuhan alat tulis dan pembantu maka I Tsing bertolak ke Kanton dan kembali ke Sriwijaya dengan 4 orang teman untuk merampungkan memoirnya yang akhirnya diselesikan pada 692 dan pada 695 ia kembali ke China.

3. Pada tahun 1005 seorang raja Sriwijaya membangun Vihara di Negapatam, pantai Timur India, dan Raja Chola, menghadiahkan hasil pajak tahunannya sebuah tempat bagi para saudagar Sriwijaya untuk singgah, berdiam dan memuja. Hal ini menunjukkan pada waktu itu sudah intensif hubungan dagang antara Sriwijaya dengan India. Pada era bersamaa ada sebuah catatan China yang mengatakan bahwa pada masa itu hidup Seorang reformis Agama Budha di Tibet bernama Atisa yang mengatakan telah belajar di Sriwijaya dari tahun 1011 sampai dengan 1023 pada seorang mahaguru Dharmakirti namanya, seorang kepala kuil Budaha di Sumatra. Dalam biografi Atisa disebutkan Sumatra merupakan pusat terbesar agama Budha dan Dharmakirti sarjana terbesar pada masa itu.

Catatan :

* Dalam catatan arab nama Kerajaan Sriwijaya dikenal dengan Kerajaan Zabag karena bandar utamanya berada di Muara Sabak di Sungai Batanghari

* Dalam catatan China nama Sriwijaya dikenal dengan Che-Li-Fo-Che dan pusat kerajaannya di Pa-Len-Fong (Palembang)

* Universitas tertua di Dunia adalah Academia (Universita yang didirikan oleh Filsuf Yunani bernama Plato) dan kemudian Leichon/ Liceum (Universitas yang didirikan Aristoteles, murid Plato yang paling cemerlang) keduanya pada abad ke III SM baru kemudian disusul oleh Universitas Nalanda yang mengajarkan teologi agama Budha pada abad ke V M.

* Pada jaman kuno Universitas tertua yang tercatat adalah Universitas di Yunani, Universitas Nalanda India, kemudian Universitas Gundisapur di Iran dan Universitas Alexandria di Mesir, Universitas Maroko baru setelah renaisance di Eropa ada Universitas Bologna, Universitas Pisa di Italia, Universitas de Paris di Perancis dan Universitas Oxford, Universitas Cambridge, di Inggris, Jerman dan Amerika baru menyusul kemudian.

(dari seorang kawan: M Yusron, milis Sekar DPD-CO)

No responses yet

Jan
05
2010
kerajaan Sriwijaya
Published by iwantaufik under KERAJAAN NUSANTARA

DINASTI WANGSA SALENDRA DAN KERAJAAN SRIWIJAYA
(menelusuri jejak,menguak sejarah)
D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

H.MUSLIHUN

Pembukaan
Kita akan membicarakan suatu kerajaan besar yang ada dibukit barisan sumatera bagian selatan,ialah kerajaan Sriwijaya.
Tentu ada yang belum jelas wilayah bukit barisan Sumatera bagian Selatan,untuk mengetahui letaknya lebih dan kurang dapat kita tarik garis dari Bukit Tunjuk di Lahat,ke Gunung Dempo,terus ke Gunung Bungkuk Ulu Bengkulu,keselatan menyelusuri Bukit sampai diujung pulau sumatera di kota Kerui terus ke Ranau masuk Tumutan terus ke Bukit Tunjuk lagi
Kawasan itu banyak dataran tinggi yang luas dan subur,dahulunya di huni manusia.dataran tinggi tersebut dihubungkan oleh hutan yang terjal dan luas,sebagai habitat hamper semua jenis Binatang termasuk binatang buas.
Untuk mengatasi tantangan alam mereka hidup berkelompok-kelompok ada kelompok besar dan ada kelompok kecil,akibatnya banyak suku dan logat bahasa yang berbeda.
Kapan dating dan mulainya mereka mempunyai Aksara sendiri ,dan perhitungan waktu berdasarkan gerak Binatang,akibatnya mereka bebudaya tinggi dan peradapan dan Tata Adat sendiri,hingga kita suilit mencari pemisah antara Prasejarah da zaman sejarah.

Berdsarkan hasil penelitian kami dipedalaman Sumatera Selatan zaman kuno telah tiga kali berdiri kerajaan besar.
Kerajaan-kerajaan tersebut adalah
A.Kerajaan Srijaya
• .masa kekuasaan sekitar 0-200 masehi
• Pusat kerjaan di tumutan Tujuh Kisam Tinggi Semendo Darat (po pitu)sumatera sealatan
• Lambing Kerajaan Burung Srigunting penduduk Di Pedalaman Menyebutnya Burung Sawi
• Kerajaan di pimpin oleh Ratu Agung Srijaya (Ratu Agung)
B.Kerajaan Sri Buana
• Masa kekuasaan ± tahun 300-500 masehi
• Pusat kerajaan di Endikat Kabupaten Lahat,Sumatera Selatan.
• Lambing kerajaan Burung Rajawali
• Di pimpin Ratu Sri Buana (Ratu Agung II )
C.Kerajaan Sriwijaya
• Masa kekuasaan mulai abad ke-6 sampai akhir abad ke-7 masehi Pusat kekuasaan terletak di Bukit Barisan bagian barat masuk Kabupaten Kaur,Propinsi Bengkulu.kerajaan didukung oleh ± 40 kerajaan-kerajaan wilayah yang otonom,tersebar didaerah bekas kerajaan Srijaya dan Sribuana dan di pantai Barat Provinsi Bengkulu Bagian selatan.
• Lambing kerajaan Burung Garuda Sakti
• Dipimpin oleh Ratu Agung Sriwijaya ( Ratu Agung II ).setelah hampir dua abad kekuasaan berpusat di Kaki Bukit Barisan.Timbul perintah Daputa Hyang untuk menutup wilayah kerajaan dan di rahasiakan.Pusat pemerintahan kerajaan di pindahkan ke Palembang dan kerajaan wilayah (Raja Kecil) pindah menyebar dari Riau sampai ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Khusus Raja wilayah yang pindah ke Jawa Tengah di pesan secepatnya banyak membangun Candi,untuk mengalihkan perhatian,penutupan kerajaan yang ada di Bukit Barisan tujuannya untuk menjadikan jagad maju.proses penutupan kerajaan sriwijaya yang berpusat di Bukit Barisan dan penyebaran Raja-Raja wilayah (Raja Kecil ),dapat kita ketahui dengan mempelajari maksud prasasti- prasastidikeluarkan oleh pusat kerajaan dan Raja-raja wilayah setelah mereka di tempat baru, prasasti itu telah banyak di kutib dalam buku Sejarah Nasional jilid II

Prasasti- prasasti itu antara lain:
Prasasti Kedudukan Bukit
Disebut Prasasti Kedudukan Bukit karena ditemukan di daerah Kedudukan Bukit,di tepi sungai Tatang dekat Palembang dengan angka tahun 604 Saka atau 682 Masehi berhuruf Pallawa dengan menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti setelah kami pelajari isinya tentang keberangkatan Raja Sriwijaya meninggalkan istananya terletak di Bukit Barisan bagian Barat.Sekarang daerah Bengkulu,untuk pindah ke tempat baru ialah Palembang,perjalanan itu sebagai berikut.:
a. pada tanggal 23 April tahun 682 masehi Maha Raja dan rombongannya meninggalkan istana melalui sungai,ini namanya Sungai Kinal.tiba di darat melintas bukit menuju Menara induk,yang terletak di tepi Sungai Suci.Menara induk terkenal yempat Raja melihat Laut,daerah ini penduduk setempat di sebut daerah Gunung Kumbang.dari komplek Gunung Kumbang ini maha Raja meneruskan menuju komplek suci dan Desa Suci di tepi sungai Suci ialah desa Suci Tanjung Melake / Kamulan dan Bangunan Suci Bhumisambhara dan Lengga Suci.
Dalam perjalanan normal,berjalan menempuh jarak dari istana Raja yang atau yang di tinggalkan dalam waktu tiga hari akan sampai atau tiba di komplek Suci di tepi Sungai Suci,tetapi rombongan Deputa Hyang (maharaja) memakan waktu ± 24 hari,berarti waktu perjalanan tersebut oleh Deputa Hyang (Maharaja) di pergunakan untuk berziarah ketempat –tempat yang harus di hormati,terutama menara induk,dan komplek Suci di tepi sungai Suci.
b. pada tanggal 19 mei tahun 682 masehi Deputa Hyang (maharaja)besreta rombongan meneruskan perjalanan menuju Bukit Barisan Tumutan Tujuh (popitu),untuk ziarah kebekas istana kerajaan Sriijaya atau Ratu Agung I Pada hari itu Deputi Hyang (maharaja) dan rombongan berangkat mulai dari desa Suci Tanjung Melake atau desa Kamulan di halaman bangunan Suci Bhumismbhara,Komplek Suci di tepi Sungai Suci ini,terletak di wilayah Ulu Danau Sumatera Selatan,di ulu daerah Bengkulu.
c. Pada tanggal 16 juni 682 masehi deputa Hyang (maharaja) dan rombongan tiba di tujuan ialah Palembang,anggota rombongan dengan bersuka cita langsung membangun kota.
Pujangga dengan puisi berkata:
“Aceh rame,Bengkulu rame,bermasalah menjadi Tindaian (telah elok nian) Palembang masih Pancur Bawang”.
d. Prasasti Talang Tuo,Prasasti Karang Berahi,Prasasti Palas Besemah dan Prasasti Kota Kapur di tempatkan oleh raja-raja wilayah di tempat mereka yang baru,kecuali Prasasti Talang Tuo ada di Palaembang.batu-batu prasasti tersebut telah mereka persiapkan,mereka angkut dari bukit barisan,di antara prasasti tersebut prasasti kota kapuk di bangka yang jelas menyebutkan bahwa mereka dari Sriwijaya dan di tulis pula pada Prasasti tersebut mereka merindukan saudara-saudara yang pindah di Jawa,bukan perang dengan jawa,karena abad ke tujuh itu belum ada Kerajaan Di Jawa Tengah Dan Timur,prasasti-prasasti yang ada di Sumatera Bagian Selatan hanya di keluarkan pada abad ke-7,tidak ada lagi abad selanjutnya.maksud raja supayah wilayah kerajaan yang dikosongkan di bukit barisan tetap terjaga kerahasiannya,di jawa Tengah abad 7 belum ada prasasti,baru ada abad ke-8 setelah yang di pindah tiba disana

Raja-Raja Wilayah Kerajaan Sriwijaya Pindah Ke Jawa
Di atas telah disebutkan bahwa Tumutan Tujuh (po pitu) adalah Pusat kerajaan pertama ialah Srijaya setelah kami penelitian lagi bahwa yang nama Ho Ling tidak jauh dari po pitu.
Yang disebut Ho ling adalah terletak di kaki Gunung Pandan,bukit-bukit kaki gunung ini banyak terdapat dataran tinggi yang luas.
Tumutan Tujuh ( po pitu )dengan gunung pandan dihubungkan oleh bukit yang panjang bagian dari bukit barisan,salah satu bukit itu di sebut bukit pal,karena tidak ada kayunya.perlu kita ketahui bahwa Tumutan Tujuuh dan gunung pandan tempat hidup habitat binatang gajah di sumatera selatan,binatang gajah di bukit barisan dalam hal mencari makan,akan menjelajahi wialyah yang luas tetapi terukur,penduduk pedalaman memahami apabila jamur yang tumbuh pada kotoran gajah mulai membusuk maka rombongan gajah tidak lama lagi akan dating ke tempat itu.
Apabila rombongan gajah ini selesai mencari makan di gunung pandan dan sekitarnya maka akan pindah ke wilayah Tumutan Tujuh dan sebaliknya kepindahan gajah kedua tempat tersebut melalui bukit pal.pada saat rombongan gajah melalui bukit pal tampak jelas oleh penduduk desa ulu Danau,sehingga menjadai tontonan.Saya tulis soal gajah ini berhubungan dengan beberapa p rasasti yang di tulis oleh raj-raja wilayah yang pindah ke jawa tengah,tetapi ada di Sumatera Selatan.
Setelah raja-raja wilayah atau raja-raja kecil pindah ke jawa tengah,di tempat yang baru mereka mengangkat rajan wilayah bagian dari Sriwijaya.Dalam rangka pengangkatan raja mereka mengeluarkan Prasasti.Prasasti tersebut adalah sebagai berikut:
a.Prasasti Tuk Mas
Prasasti Tuk Mas terdapat di desa Lebak di lereng gunung merabu dekat magelang.Prasasti tersebut dengan huruf Pallawa bahasanya bahasa sansekerta,tahunnya tidak jelas,seorang ahli sejarah menyebutkan pertengahan abad ke VIII.

Isi prasasti pujian kepada mata air yang keluar dari gunung menjadi sebuah sungai bagaikan sungai gangga di atas tulisan prasasti tersebut di pahatkan gambar leksana dan alat-alat upacara berupa,cakra,sanka,trisula,kundi,kapak,gunting,dolmas,stap dan empat bunga fatma pada benda-benda tersebut jelas sembahan penganut agama siwa.
b,prasasti canggal
Prasasti Canggal berasal dari halaman di atas gunung wukir di kecamatan salam,magelang.prasasti ini keluarkan dalam rangka pengangkatan Sanjaya sebagai Raja di medang.isi prasasti ini memuji bangunan suci di tepi sungai suci yang letaknya di hutan kunjarakunja ( hutan banyak gajah ) dan sanjaya adalah keturunan Raja Sanna di Po pitu,dan prasasti tersebut membayar sima.

Dua prasasti diatas telah menulis batu sebagai berikut:
Prasasti pertama,telah menuliskan pujian kepada suatu mata air yang keluar dari gunung menjadi sebuah sungai dengan mengeluarkan airnya yang dingin melalui pasir dan batu bagaikan sungai gangga pada buku prasasti terebut di pahatkan berupa bermacam-macam sakana,calah cakra,samba,trisula,kundi,kapak,guntingkudi,dolikmes,staf dan empat padma.
Prasasti kedua, prasasti ini telah menuliskan bahwa Sanjaya memuja sebuah lingga dikeliling sungai Suci,bangunan suci itu terletak diwilayah kunjarakunja,keturunan raja Sanna yang terletak di Popitu.
Kesimpulnya adalah bahwa prasasti pertama memuja sungai suci,seperti sungai gangga,prasasti kedua memuja lenga dan lengga ini lengga Suci yang terletak di tepi sungai suci,dimana sungai suci itu diwilayah Kunjarakunja,sedangkan prasasti itu dikeluarkan pada tahun 654 Saka atau 6 oktober 732 masehi,dalam rangka pengangkatan Sanjaya Raja Pertama di Medang ( jawa tengah ).karena prasasti tersebut telah menyebutkan bahwa sanjaya memuja sungai suci,lengga suci itu terletak di hutan Kunjarakunja
( hutan yang banyak gajah ) maka telah dapat di simpulkan bahwa raja sanjaya yang di lantik di medang tahun 732 M tersebut adalah Raja wilayah kerajaan Sriwijaya yang pindah ke jawa tengah.

Parasasti Kelurak
Dalam rangka mambangun candi-candi di jawa Raja Sriwijaya pada salah satu candi mengeluarkan Prasasti namanya Prasasti kelurak 26 September 782 M disana tertulis Raja Sriwijaya sang permata wangsa salendra sebagai Sriwirawairiwarawimardana yang berarti pembunuh musuh-musuh yang gagah perwira.

Prasasti Natalanta (di India)
Parasasti ini dibuat Raja Balaputradewa dituliskan Saidendramasnsdilaka Sriwirawairimarlana atau keluarga salendra pembunuh musuh-musuh tiada bersisa

Parasasti Ligor
Raja Sriwijaya Balaputradewa sepulanh di India mampir di Malaka beliau menulis pada prasasti yang lebih dulu ditanam disana bahwa Raja Sriwijaya adalah menuliskan nama Raja Wisnu dengan gelar Sarwarmodawimathama.
Dengan tiga prasasti sudah cukup bahwa raja-raja Sriwijaya Wangsa Salendra.

Istilah mataram dan rakai mataram
pada awal abad VII Wangsa Salendra telah menyebar di Pantai Timur Sumatera,di Riau darat dan Laut,Jambi,Bangka,Belitung sampai ke Lampung Selatan,dan Semenanjung Malaka.
Waktu Raja Wilayah pindah kesuatu tempat,mereka mendarat,tempat tersebut belum ada namanya,mereka namakan Tanjung Malake mengambil nama Desa Suci di Bhumisimbhara,nama itu semenanjung malakasekarang Malaysia,mereka tanam prasasti namanya prasasti Ligor.
Setelah raja wilaaaayah sebagian besar telah menempati tempat masing-masing,pusat pemerintahan Sriwijaya di Palembang Pindah Agama Budha,( tentang pindah agama tidak kami bicarakan disini ) sementara khusus raja wilayah,di jawa tengah tetap agama hindu / siwa.
Pada akhir abad ke delapan Raja Sriwijaya pergi ke jawa untuk membangun Biara-biara Budha.Sementara raja-raja wilayah yang tetap menganut agama Hindu/siwa membangun Candi Siwa,maka di jawa tengah dua macam Bangunan Candi,Budha dan Siwa.
Pada waktu Raja wilayah di Jawa Tengah sedang di jabad oleh Raja Generasi Ke IV,ialah Patapan Pu Lardan Raja Sriwijaya pada waktu itu ialah Samaratungga antara kedua Raja itu timbul perjanjian namanya Perjanjian Mataram.
Perjanjian itu dituangkan pada Prasasti,untuk Samaratungga Prasasti Karangt Tengah dan untuk Patapan Pu palar dituangkan dalam Prasasti Kayumwongon ± tahun 824 M Kata Mataram bukan Nama wilayah kerajaan.

Wangsa Isana Dan Wangsa Rajasa Di Jawa Timur

Pada tahun 928 masehi atas Perintah Maharaja Pemerintahan Keraqjaan di jawa Tengah ditutup dipindahkan ke Jawa Timur;
Untuk memindahkan Kerajaan di Jawa Timur di tunjuk Raja Baru ialah Pu Sinduk,ditulis pada Prasasti Sangsuran tahun 850 Saka atau 2 nagustus 928 M
Oleh Pusinduk setelah Menjadi Raja di Jawa Timur nama Wangsa Salindra diganti dengan nama wangsa Isana,Nama kerajaan tetap tidak ada karena sama dengan di Jawa tengah ialah Raja wialyah atau Raja bawahan.
Penggantian nama ini diketahui setelah Raja Airlangga mengeluarkan Prasasti Pucangan tahun 963 Saka ( 1041 M ).
Pada tahun 1222 M Dinasti Isana habis setelah tujuh kali berganti Raja dan terkhir Raja Sri Kertajaya Jaya Wardana.
Setelah habis Dinasti Isana maka timbul Dinasti baru di pimpin oleh Ken Arok,dinasti ini namanya Dinasti Rajasa ,Dinasti Rajasa lama berkuasa pada tahun 1222 M s/d 1519 M di dalam Dinasti ini ada nama kerajaan ialah Majapahit.
Di sumatera tiga kali ganti Nama Kerajaan dan di Jawa tiga kali Nama Wangsa.

BANGUNAN SUCI PUSAT LELUHUR WANGSA SAILENDRA
Untuk memperjelas temuan hasil penelitain kami menganai bangunan suci sebagai pusat leluhur wangsa Sailendra yang terletak di daerah disebelah Barat Desa Tanah Pilih Kecamatan Ulu Danau Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Sumatera Selatan,sekali gus untuk mempertsgas tujuan dan fungsi Bangunan Suci tersebut,berikut akan kami uraikan satu persatu,yaitu:
1.BHUMISAMBHARA
Bangunan bhumisambhara yang sangat besar dan tinggi ini sangat mengagumkan.fungsinya,oleh wangsa Sailendra yang telah pindah,apabila ada upacara kerajaan yang berupa persmian bangunan mengeluarkan prasastin maka harus membayar Sima, berupa tanah atau benda pusaka, dengan niat untuk dipersembahkan kepada Bharata (Dewa) di Bhumisambhara, bangunannya kelilingnya ± 5.000 M dan tinggi ± 250 M dan terdiri dari bangunan batu, ada yang halus dan ada sedikit kasar, masih ditutupi tanah dan hutan lebat, rakyat setempat tak tahu fungsi bukit ini, disebutnya bukit sunu, karena banyak kayu yang mati pada musim kemarau, bangunan ini baru sesuai sebagai peninggalan wangsa Sailendra, dengan kerajaan Sriwijaya yang tersohor karena lama dan luas kekuasaannya.

2. LINGGA SUCI
Bangunan ini berfungsi apabila ada upacara kerajaan wangsa Sailendra dimana saja, mengenai pengangkatan seorang Raja atau pejabat kerajaan, maka mereka diharuskan membayar Sima,dengan niat dipersembahkan kepada Bhatara (Dewa) di Lingga Suci, tempat asal leluhur mereka. Bangunan ini kelilingnya ± 3.000 M tinggi ± 150 M dipisahkan oleh sungai suci dengan bangunan Bhumisambhara tersebut diatas.

3. DESA TANJUNG MELAKE atau DESA LELUHUR (Kamulan)
Desa Kamulan (Tanjung Melake) berfungsi, apabila ada upacara kerajaan mengenai peresmian perluasan wilayah atau peresmian wilayah kerajaan atau pensucian daerah pemukiman penduduk kerajaan wangsa Sailendra, maka dalam upacara kerajaan mengeluarkan prasasti juga akan membayar Sima, yang dipersembahkan kepada Bhatara (Dewa) yang ada di Desa Tanjung Melake atau desa Kamulan.
4. SUNGAI SUCI
Sungai Suci ialah Sungai Luas, dimana kesuciannya masih terjaga sampai sekarang. Hal ini tercermin dari masyarakat di hulu sungai yang tidak boleh (dilarang) menegotori sungai tersebut, kalaupun dilanggar maka akan mendapat ganjaran langsung sebagai kutukan ghaib, baik diterima sendiri secara pribadi dan keluarga ataupun satu desa secara keseluruhan.
Sungai ini mengalir dari Ulu Danau bermuara di Pantai barat Sumatra, tepatnya di Tanjung Iman, kecamatan Kaur Tengah Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu.

Hampir keseluruhan prasasti di Jawa yang kami pelajari berhubungan dengan pusat leluhur wangsa Sailendra.
Setelah pindah ke Jawa, Wangsa Sailendra menyusun kerajaan. Dalam upacara pelantikan Raja Pertama, mereka mengeluarka prasasti Canggal dan membayar Sima untuk dipersembahkan kepada Bhatara (dewa) di Lingga Suci. Karena Sanjaya adalah Raja pertama Wangsa Sailendra yang berkuasa di Jawa, berarti bahwa kekuasaan ayah dan kakeknya masih di Sumatra Selatan.
Setiap upacara pelantikan Raja atau pejabat kerajaan dengan mengelurkan prasasti dan membayar Sima, maka Sima akan dipersembahkan kepada Lingga Suci, tetapi dalam hal ini nama Lingga Suci memiliki banyak nama dan istilah yang diganti-ganti.misalnya dapat kita lihat pada prasasti ligor di semenanjung malaka,Lingga Suci bernama trimaya centya pada Prasasti dinoyo 760 Masehi di Malang Jawa Timur,Lingga Suci di sebut Maharasi Agastya;sementara pada Prasasti klurah di Jawa tengah Istilah Lingga Suci disebut dengan kombhayuni.

Kemudian setelah 2 abad ( 200 tahun ) lebih dari dikeluarkannya Prasasti canggal tahun 732 M sampai dengan prasasti Anjung Ladang sekitar tahun 859 M yang dikeluarkan oleh Pu sindok setelah di Jawa timur,tetapi dalam hal ini masih menyebutkan membayar sima ditujukan kepada
Bhatara di walandit (maksudnya kompleks suci leluhur di Sumatera Selatan).walaupun mereka telah pindah ke Jawa timur dan berganti nama wangsa dari sailendra (sewaktu di Jawa Tengah ) menjdi wangsa Isana
( setelah di Jawa Timur),tetapi mereka tetap tunduk kepada Bhatara ( dewa ) di daerah leluhur
Walaupun nama tempat leluhur yang di sebutkan dalam prasasti yang dikeluarkan namanya berubah-rubah,tetapi maksud dan niatnya sama.dimana setiap kesempatan mendirkan bangunan baru,tempat Raja atau pengangkatan pejabat kerajaan atau pensiunan pemikiman,mengeluarkan Prasasti selalu membayar sima,untuk menghormati leluhur.Sima dipersembahkan kepada Bhatara ( Dewa ) di bhumisambhara,tetapi dengan nama lain yang sama maksudnya.nama-nama tersebut bias berupa bhatara di pastika,syang hyang dharma,bangunan suci di pastika,dharma,mastopa,Musukkhyarasta,bangunan suci di lemwung,dan lain-lain.
Apabila peresmian perluasan wilayah kerajaan,atau pencucian kampong mengeluakan Prasasti,maka sima ditunjukan kepada Bhatara
( dewa) di desa tanjung melake,desa ini adalah desa suci kesatuan leluhur sebagai cikal bakal atau mulan atau bibit wangsa sailendra,letaknya di halaman
( pekarangan ) bhimisambhara.Di desa ini ada penyeberangan yang menghubungkan bhumisambhara dengan Lingga Suci melalui Sungai Suci.

PENUTUP
Pada abad pertama kerajaan Srijaya lama Pemerintahan lebih kurang dua abad,setelah itu diganti oleh Kerajaan Sribuana,pemerintahannya selama tiga abad diteruskan oleh kerajaan Sriwijaya,saetelah dua abad pemerintahan yang berpusat dibukit barisan,pusat pemerintahannya di pindahkan ke Palembang,seluruh bangunan peninggalan ketiga kerajaan ditutupi dengan tanah berarti kerajaan di Bukit Barisan telah berjalan tujuh abad.
Berdasarkan hasil kesepakatan Maha Raja dengan Raja-raja wilayah setelah pusat pemerintahan ditutup di Bukit Barisan,Raja-raja Wilayah akan menyebar,dapat kita buktikan Prasasti Karang Birahi di Jambi,Prasasti Kota Kapur di Bangka,Prasasti Palaspasunah di Lampung Selatan,Prasasti Dinoyo dekat Malang,dan Prasasti Legor di Malaka ( Malaysia ).
Prasasti kelurak di Jawa Tengah,Prasasti LEgor di Malaka,dan Prasasti Nalada di India menyatakan Sriwijaya ada Permata wangsa Salendra,berarti kerajaan yang yang ada di Bukit Barisan selama 7 abad adalah Wangsa Sailendra.
Tulisan sya ini saya beri judul Dinasti wangsa Sailendra dan Kerajaan Sriwijaya,Menelusuri jejak,Menguak Sejarah,telah terjawab.

“batu besak terbenam,batu kecik mengapung tujuh ganti sembilan gilir”
“sungai musi hanyut kehulu”
“wabilataufik walhidaya wassalam”mualaikum Warahmatullah wabarakatuh”

Tertanda

( muslihun )

No responses yet

« Prev
Latest Posts
Megalit Seperti Orang Shalat Ditemukan di Pagaralam
masjid-masjid adventure
Raja Isa dan Jejak Awal Sejarah Pemerintahan di Pulau Batam (1829 – 1913) Sejarah Pemerintahan di Pulau Batam (1829 – 1913)
Candi Ijo, Candi yang Letaknya Tertinggi di Yogyakarta
Candi Tara
CANDI GAMPINGAN
Feed on
Posts RSS
Comments RSS
Cari

Blogroll
WordPress.com
WordPress.org
Kategori
Agama Hindu Ciptaan Yahudi (1)
AL QUR'AN (2)
ALBUM SEKOLAH TK (1)
ATLANTIS (6)
BAHAN TAMBANG DI INDONESIA (2)
Bangka Belitung (2)
BATAK (4)
BENCANA DI PADANG (1)
budha (1)
CANDI-CANDI (21)
Golongan Ahli Syurga (1)
GUNUNG KRAKATAU (1)
Harta Karun (2)
hindu (2)
HUKUM ISLAM DAN PENGARUHNYA TERHADAP HUKUM NASIONAL INDONESIA (1)
INDONESIA (10)
islam (16)
ISLAM NUSANTARA (31)
Kapal Induk (46)
Kata-kata orang terkenal (1)
KERAJAAN ARAB (1)
KERAJAAN CHINA (1)
KERAJAAN EROPA (3)
KERAJAAN NUSANTARA (118)
KERAJAAN THAILAN (1)
Kubilai Khan (3)
La33 (3)
LEGENDA (8)
Majalengka (1)
Malang (1)
MASJID (1)
MASJID2 (2)
melayu (4)
NABI ADAM (3)
NABI AYYUB (2)
NABI DAUD (2)
NABI HARUN (2)
NABI HUD (2)
NABI IBRAHIM (2)
NABI IDRIS (1)
NABI ILYAS (1)
NABI ILYASA (2)
NABI ISA (1)
NABI ISHAK (1)
NABI ISMAIL (1)
NABI KHIDIR (1)
NABI LUTH (1)
NABI MUHAMMAD SAW (10)
NABI MUSA (4)
NABI NUH (4)
NABI SOLEH (1)
NABI SULAIMAN (2)
NABI SYU'AIB (2)
NABI YA"KUP (2)
NABI YAYAH (1)
NABI YUNUS (1)
NABI YUSUF (3)
NABI ZAKARIA (2)
NABI ZULKIFLI (3)
nasrani (1)
Orang dan Partai Nazi di Indonesia (1)
ORANG-ORANG TERKENAL (23)
PALEMBANG (3)
PERKAWINAN (2)
R E (6)
ROMAWI (1)
RUANG ANGKASA (10)
Sejarah asal-usul catur (1)
Tak Berkategori (11)
ARKEOLOGI (1)
TEMPAT-TEMPAT PENTING AGAMA ISLAM (19)
Terorisme Berakar Dari Zionisme (1)
Tionghoa Di Asia Tenggara (2)
UI (1)
wali songo (3)
Yahudi (1)
Monthly
April 2010 (4)
Maret 2010 (196)
Februari 2010 (197)
Januari 2010 (16)
Oktober 2009 (1)
September 2009 (11)
Halaman
desa ku
I
KERAJAAN SRIWIJAYA
Meta
Log in
Valid XHTML
XFN
WordPress



sumber : http://iwantaufik.blogdetik.com/2010/01/