Tuesday, April 27, 2010

Pagaralam, Lintasan Megalitikum Gelombang Kedua


Pagaralam, Lintasan Megalitikum Gelombang Kedua

Selasa, 26 Januari 2010 | 21:59 WIB


TERKAIT:

Dua Situs Kubur Batu Berusia 5000 Tahun Ditemukan di Lahat
JAKARTA, KOMPAS.com — Tak bisa dimungkiri, Pagaralam adalah wilayah yang memiliki peradaban tua. Penemuan puluhan kubur batu belakangan ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut adalah sebuah area lintasan zaman megalitikum.

Menurut Von Heine Geldern, kubur batu termasuk kebudayaan megalitikum gelombang kedua atau disebut juga Megalit Muda yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1.000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalit gelombang ini adalah peti kubur batu, dolmen, waruga sarkofagus, dan arca-arca dinamis.

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan atau papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.

Selain Pagaralam dan Lahat, daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta), dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi, serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu dapat ketahui persamaan antara peti kubur dan sarkofagus, yang keduanya merupakan tempat menyimpan mayat disertai bekal kuburnya.

Selama ini, Pagaralam memang telah dikenal dengan peninggalan zaman megalitikum. Hal ini terbukti dengan penemuan arca-arca yang tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, seperti Karangindah, Tinggiari Gumai, Tanjungsirih, Padang Gumay, Pagaralam, Tebatsementur (Tanjungtebat), Tanjung Menang-Tengahpadang, Tanjungtebat, Pematang, Ayik Dingin, Tanjungberingin, Geramat Mulak Ulu, Tebingtinggi-Lubukbuntak, Nanding, Batugajah (Kutaghaye Lame), Pulaupanggung (Sekendal), Gunungmigang, Tegurwangi, dan Airpur.

Penemuan yang paling menarik adalah megalitik yang dinamakan Batugajah, yakni sebongkah batu berbentuk telur, berukuran panjang 2,17 m, dan dipahat pada seluruh permukaannya. Bentuk batunya yang asli hampir tidak diubah, sedangkan pemahatan obyek yang dimaksud disesuaikan dengan bentuk batunya. Namun, plastisitas pahatannya tampak indah sekali.

Batu dipahat dalam wujud seekor gajah yang sedang melahirkan seekor binatang antara gajah dan babi-rusa, sedangkan pada kedua belah sisinya dipahatkan dua orang laki-laki. Laki-laki sisi kiri gajah berjongkok sambil memegang telinga gajah, kepalanya dipalingkan ke belakang dan bertopi. Perhiasan berbentuk kalung besar yang melingkar pada lehernya. Begitu pula pada betis, di sana tampak tujuh gelang. Pada ikat pinggang yang lebar tampak pedang berhulu panjang, sedangkan sebuah nekara tergantung pada bahunya. Pada sisi lain (sisi kakan gajah) dipahatkan seorang laki-laki juga, hanya tidak memakai pedang. Pada pergelangan tangan kanan laki-laki ini terdapat gelang yang tebal. Adapun pada betis tampak 10 gelang kaki.

Temuan batu gajah dapat membatu usaha penentuan umur secara relatif dengan gambar nekara itu sebagai petunjuk yang kuat, selain petunjuk-petunjuk lain seperti pedang yang mirip dengan belati Dong Son (Kherti, 1953 : 30), serta benda-benda hasil penggalian yang berupa perunggu (besemah, gangse) dan manik-manik. Dari petunjuk-petunjuk di atas, para ahli berkesimpulan bahwa budaya megalitik di Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, berlangsung pada masa perundagian. Pada masa ini, teknik pembuatan benda logam mulai berkembang.

Sebuah nekara juga dipahatkan pada arca dari Airpuar. Arca ini melukiskan dua orang prajurit yang berhadap-hadapan, seorang memegang tali yang diikatkan pada hidung kerbau, dan orang yang satunya memegang tanduknya. Kepala serigala (anjing) tampak di bawah nekara perunggu tersebut.

Kantor berita Antara menulis, belum lama ini sedikitnya 15 kuburan batu telah ditemukan di Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan yang lokasinya tersebar di lima kecamatan.

Berdasarkan informasi dari lokasi penemuan kubur batu itu, Senin, lokasi penemuan rumah batu tersebut beberapa di antaranya berada di Kecamatan Pagaralam Utara, dua di Kecamatan Dempo Utara, dan satu di Kecamatan Dempo Tengah wilayah Kota Pagaralam.

Untuk wilayah Lahat, yaitu tujuh di Kecamatan Pajarbulan, satu di Kecamatan Jarai, dan dua kubur batu di Desa Talang Pagar Agung, Kecamatan Pajarbulan.

Penemuan kuburan batu itu, menurut informasi warga setempat, banyak terjadi antara lain melalui proses mimpi sehingga setelah itu dilakukan penggalian yang dilakukan penduduk setempat.

Aset cagar budaya ini semuanya masih belum dikelola pemerintah dan penduduk setempat yang merupakan pemilik lahan tempat ditemukannya bangunan bersejarah tersebut.

"Untuk saat ini, semua kuburan batu yang sudah ditemukan langsung diteliti dan didata untuk mengetahui dengan pasti jenis cagar budaya tersebut," kata Akhmad Rifai, petugas Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3 Jambi) dengan wilayah kerja Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Babel.

Dia mengatakan, memang ada beberapa jenis peninggalan purbakala yang sudah ditemukan di wilayah Pagaralam dan Lahat, yaitu megalit, kuburan batu, tempayan, arca, lumpang batu, dan beberapa jenis benda bersejarah yang diperkirakan berusia ratusan hingga ribuan tahun.

"Kami sudah melakukan pendataan penemuan kuburan batu, seperti di Dusun Tanjung Aro 2, Dusun Tegurwangi 2, Dusun Belumai 1 untuk Pagaralam, sedangkan wilayah Lahat di Desa Kota Raya Lembak 7, Desa Gunung Megang 1," ujarnya.

Akhmad mengatakan, setelah pendataan, semua cagar budaya tersebut langsung dilindungi BP3 Jambi. Mereka lalu langsung mengangkat juru kunci sebagai petugas pemeliharaann cagar budaya ini.

"Kuburan batu atau situs yang ditemukan di Desa Talang Pagaragung, Kecamatan Pajarbulan, belum dimasukkan dalam salah satu benda bersejarah yang harus dilindungi karena baru ditemukan dan masih dalam proses penelitian tim dari arkeologi BP3 Jambi," katanya.

Ia mengatakan, penelitian hanya bersifat menentukan umur, masa, dan jenis benda yang terdapat di dalam bangunan tersebut saat penggalian.

"Kami sudah melakukan penelitian. Bentuk bangunan bukan tempat pemujaan atau langgar, melainkan kuburan batu sama dengan yang sudah lebih dulu ditemukan di daerah lainnya, baik di Kota Pagaralam maupun wilayah Kabupaten Lahat," ungkap Akhmad Rifai.

sumber :
http://regional.kompas.com/read/2010/01/26/21595312/Pagaralam..Lintasan.Megalitikum.Gelombang.Kedua.