Wednesday, April 14, 2010

Akhmad Amran, Penyelamat Kenung Besemah, Pagaralam.


Akhmad Amran, Penyelamat Kenung Besemah

Senin, 15 Maret 2010 | 02:48 WIB

Oleh Wisnu Aji Dewabrata/ M Zaid Wahyudi/ Buyung Wijaya kusuma

Andai Haji Akhmad Amran tidak pernah merekam suara alat musik ”kenung” saat dimainkan, dapat dipastikan alat musik gamelan khas suku Besemah di Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, akan punah. Sebab, satu-satunya orang yang menguasai alat musik tersebut meninggal secara mendadak. Amran-lah yang kemudian belajar gamelan agar tetap ada orang yang bisa memainkan alat musik tersebut.

Amran yang sehari-hari sibuk menjadi petani kopi dan padi memang memiliki minat yang besar terhadap kesenian. Setelah bertani pada siang hari, dia sibuk dalam kelompok kesenian Besemah yang biasa mengiringi pertunjukan tari kebagh. Ini merupakan tarian untuk menyambut tamu agung di Pagar Alam.

Awalnya, Amran hanya dipercaya oleh kelompoknya untuk memegang alat musik gendang pada saat pertunjukan. Kelompok musik Besemah terdiri atas tiga orang, yang masing-masing memainkan alat musik berbeda, yaitu kenung, redap (gendang), dan gong.

Akan tetapi, pada 1980-an ketua kelompok yang memegang alat kenung meninggal dunia karena sakit.

”Pada waktu itu saya memang tertarik untuk menguasai alat musik kenung, tetapi belum belajar. Untungnya pada suatu malam, di tengah pertunjukan, saya merekam saat ketua kelompok berlatih karena memang punya niat untuk belajar. Rekaman itu yang kemudian saya gunakan sebagai guru karena tidak ada lagi orang di Pagar Alam yang mahir memainkan alat musik tersebut,” ceritanya.

Amran harus belajar dengan cepat karena denyut kehidupan berkesenian di Pagar Alam tidak pernah berhenti. Permintaan agar kelompok keseniannya tampil selalu datang. Kelompoknya harus selalu siap karena tidak ada pemain lain yang bisa mengiringi para penari di Pagar Alam.

Pada saat pertama kali tampil, sekitar tahun 1983, Amran memaksakan diri karena akan ada acara penyambutan seorang menteri ke Pagar Alam dengan tari kebagh. Selain itu, kelompok musiknya juga masih harus mengiringi beberapa tarian lainnya untuk menghibur rombongan tamu dari Jakarta itu.

Di balik kisah penyambutan tamu tersebut, Amran kemudian menemukan jodohnya, Hj Imatusa’diyah, yang sampai kini tetap setia mendampinginya. Imatusa’diyah adalah salah seorang penari yang juga selalu dipanggil untuk membawakan tari kebagh bersama kelompok musik Amran.

Tokoh adat

Pengalaman panjang dalam menggeluti dunia seni di bumi Besemah membuat Amran tak hanya dikenal sebagai petani atau pemain musik tradisional, tetapi juga sebagai tokoh adat.

Sejak Kota Pagar Alam dimekarkan dari Kabupaten Lahat pada 2003, daerah ini kemudian memiliki lembaga adat. Maka Amran pun menjadi salah seorang pengurusnya. Setelah ketua lembaga adat meninggal beberapa tahun lalu, Amran lalu ditunjuk menjadi ketuanya.

Penunjukan Amran tentu tepat karena dia termasuk salah seorang pekerja seni yang bukan hanya mengetahui sejarah seni dan budaya Pagar Alam, melainkan juga sangat getol dalam mengembangkannya. Selain itu, dia juga terus berusaha memperkaya cakupan kesenian Pagar Alam.

Sejak tahun 1986 dia memimpin Sanggar Tarian Adat Besemah, yang memiliki tujuan melestarikan tari kebagh. Ini termasuk juga beberapa tari tradisional Pagar Alam, seperti siwar dan syak, dengan cara memopulerkannya di kalangan anak-anak muda, yang kepeduliannya terhadap kesenian tradisional sangat minim. Bahkan, sanggarnya juga menciptakan tari kreasi yang mengadopsi gerakan orisinal tarian Besemah.

Aktivitas Amran untuk memopulerkan kesenian Besemah masih berlangsung hingga sekarang. Itu terlihat antara lain dari alat musik yang masih terpajang rapi di ruang tamunya. Ketika tim Jelajah Musi 2010 bertamu ke rumah Amran yang merupakan bangunan kayu dengan arsitektur rumah panggung, dia bahkan memainkan alat musik kenung dan redap secara bergantian dengan penuh perasaan.

Sesekali dia menggoda istrinya yang sempat menjadi pelatih tari untuk membawakan beberapa gerakan tari kebagh. Amran seakan ingin bernostalgia.

Di rumahnya yang relatif luas itu Amran hanya tinggal berdua dengan sang istri karena keempat anaknya sudah berkeluarga dan hidup di perantauan. Di ruang tamunya terpajang foto-foto dari 11 cucunya.

Seni ukir

Seolah belum puas dengan kemampuan memainkan berbagai alat musik, setahun terakhir ini, pada usianya yang senja, Amran juga mempelajari seni ukir Besemah. Alasannya, seni ukir Besemah memiliki banyak motif menarik. Namun sayang, seni ukir itu tidak pernah digunakan lagi oleh warga Besemah.

”Kalau kita melihat rumah tradisional Besemah, di dinding bangunan yang 100 persen terbuat dari kayu tersebut sangat banyak hiasan ukiran dalam berbagai motif. Motif itu merupakan simbol yang memiliki makna, juga merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan,” ujar Amran

Menurut dia, ukiran pada rumah tradisional Besemah yang disebut baghi, bisa dipindahkan ke media kayu atau bambu. Ini seperti apa yang sudah Amran lakukan pada bagian kayu dari rebana miliknya. Rebana itu dia beri motif yang sebenarnya meniru salah satu motif ukiran yang menempel di rumah baghi.

Amran ingin menguasai seni ukir itu karena dia merasa memiliki darah seniman ukir dari kakeknya yang bekerja sebagai perajin ukiran. Sang kakek biasa menghias rumah-rumah baghi di Pagar Alam. Dahulu, pekerjaan sebagai seniman ukir sangat bergengsi karena bekerja hanya untuk orang-orang ”berkelas” yang mampu membangun rumah dengan biaya sangat mahal, lengkap dengan hiasan ukirannya.

Namun, Amran masih terus belajar mengukir dengan berbagai media. Misalnya, dia membuat asbak dari bambu, kotak perhiasan dari kayu, atau hiasan dinding. Sampai saat ini dia belum menurunkan ilmu seni ukir tersebut kepada siapa pun.

Meskipun demikian, Amran berjanji akan mengajari anak-anak muda di kampungnya untuk membuat cendera mata khas Pagar Alam jika sudah mahir dan ukirannya semakin indah. Dia berharap motif seni ukir Besemah juga dapat dilestarikan, sekaligus tentu saja berpotensi memberi tambahan pendapatan.

H AKHMAD AMRAN

• Lahir: Pagar Alam, Sumatera Selatan, 14 Januari 1937

• Istri: Hj Imatusa’diyah (70)

• Alamat: Dusun Sukajadi, Kecamatan Dempo Tengah, Pagar Alam, Sumatera Selatan

• Keluarga: 4 anak dan 11 cucu

• Pendidikan: SMA

• Pekerjaan antara lain:- Petani kopi dan padi- Pelatih kesenian Besemah

• Aktivitas sosial dan organisasi antara lain:- Ketua Adat Besemah Pagar - Alam

• Karya seni:- Berbagai cerita rakyat - Besemah


'sumber KOMPAS'