Wednesday, May 26, 2010

Kajian di Situs-Situs Megalitik Pasemah

Religi dan Seni Masa Prasejarah

Kajian di Situs-Situs Megalitik Pasemah
Oleh : Kristantina Indriastuti



Pendahuluan
Religi ( religion) dalam konteks prasejarah bukanlah mengandung arti mengenai kondisi agama seperti sekarang ini, namun pada tingkat perkembangan mula-mula konsepsi religi berhubungan dengan masalah kehidupan dan kematian. Gagasan ini pada gilirannya melahirkan interaksi antara yang telah mati dan yang masih hidup, ( Diman S, 1989:407). Menurut Wallace religi merupakan seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supernatural dengan maksud untuk mencapai atau umtuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan pada manusia atau alam. Wallace 1966:107). Oleh karena itu hal-hal yang berkenaan dengan religi mencakup pula seperangkat kepercayaan yang berkenaan dengan sesuatu yang bersifat supranatural, simbol-simbol sakral dan berkaitan dengan ekspresi dari emosi manusia dalam lingkup religi, serta nilai-nilai moral yang menghubungkan antara perasaan manusia dengan dunia supernatural.

Interaksi manusia dengan leluhurnya mengalami perkembangan yang luar biasa pada masa berlangsungnya kebudayaan megalitik. Secara umum kebudayaan megalitik mengacu kepada dan berorientasi pada kekuatan-kekuatan supra natural yang mengaitkan pada kepercayaan akan adanya kekuatan gaib pada benda maupun mahkluk hidup dan kepercayaan adanya kekuatan roh dan kekuatan pada arwah nenek moyang ( Haris Sukendar, 2003: 27 ). Aspek religi pada masyarakat megalitik yang diketengahkan pada tulisan ini bermuara pada eksistensi bangunan-bangunan megalitik yang terdapat di dataran tinggi Pasemah yang sudah mengalami kemajuan, seiring dengan terjaminnya kebutuhan hidup dan dengan ciri kehidupan yang sudah menetap.

Meningkatnya taraf hidup masyarakat pendukung megalitik Pasemah tersebut tidak terlepas dari kearifan masa lalu yang mengubah pola pikir manusia dalam menyerap dan mengembangkan tehnologi demi mendukung kehidupan mereka, sehingga terciptalah alat-alat bantu produksi maupun alat rumah tangga sampai kepada membentuk spesialisasi kerja sesuai dengan kecakapan dan keahlian tertentu. Implikasi dari keadaan tersebut membuka alam pikir mereka tentang sesuatu dan sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka, sehingga lahirlah embrio kepercayaan yang termanifestasikan dalam karya-karya yang monumental berupa bangunan-bangunan megalitik yang dapat kita lihat sampai saat ini. Eksistensi bangunan megalitik di dataran tinggi Pasemah oleh salah seorang arkeolog bangsa asing dikatakan: the strongly dynamic agitated yaitu berdasarkan atas bukti-bukti akan tampilnya arca-arca megalitik yang sifatnya dinamis dan menunjukkan perubahan-perubahan secara mendasar dari bentuk arca menhir yang sifatnya statis kepada arca-arca yang dipahatkan dengan anggota tubuh dan badan yang mengandung gerak bervariasi ( Haris Sukendar, 1999:8 ). Dengan kata lain disamping mewujudkan fungsi pemujaan, pendukung budaya megalitik di Pasemah telah memberi petunjuk bahwa seorang seniman dengan landasan imajinasinya yang berorientasi pada alam kenyataan akan melahirkan pahatan-pahatan atau hasil karya dengan bentuk karya-karya yang indah, namun apabila dilihat dari hasil pahatan situs megalitik di Pasemah telah memberikan gambaran bahwa imajinasi sang seniman telah terkontaminasi oleh tekanan-tekanan batiniah yang berorentasi religi. ( Sukendar, 1999: 181).

Permasalahan
Bangunan-banguna megalitik di Pasemah dengan karakteristik morfologi dan fungsinya dapat kita amati bagaimana hubungan megalitik-megalitik tersebut terhadap kehidupan religi dan tampilan seni yang kontemporer pada zamannya. Dari data-data arkeologis yang menjadi acuan penulisan ini adalah berangkat dari asumsi adanya keterkaitan antara pola hidup yang memunculkan kehidupan religi dan tercermin dari bentuk karya seni. Christoper Dawson dalam bukunya ”Religion and Culture” mengemukakan cara hidup mempengaruhi religi dan religi mempengaruhi cara hidup. Apa saja yang dianggap penting dalam kehidupan masyarakat selalu dihubungkan dengan religi, sehingga setiap kegiatan ekonomi maupun sosial mempengaruhi bentuk yang berhubungan dengan religi. ( Dawson C, 1948:57 ).

Metode
Dalam menyajikan tulisan ini, penulis mencoba melihat bagaimana hubungan bangunan-bangunan megalitik di Pasemah dengan kehidupan religi dan seni, metode yang akan digunakan adalah metode gabungan antara induktif-deduktif seperti yang pernah dilontarkan oleh Mundarjito dalam PIA IV di Cipanas tahun1986. Metode induktif memulai cara kegiataannya melalui tahap-tahap yakni pengumpulan data, pengolahan data , sintesis dan interpretasi, sedangkanpada penelitian deduktif dimulai dengan perumusan masalah, menarik hipotesa, dan kemudian melakukan pembahasan secara teoritis dan terakhir penyimpulan. ( Mundarjito, 1986: 201).

Landasan Teori

Tradisi megalitik merupakan suatu tradisi yang berhubungan erat dengan batu-batu besar. Pengertian megalitik menurut Van der Hoop mencakup tiga unsur pokok yaitu : monumen besar, batunya utuh ( monolith ), masuk dalam budaya prasejarah. ( Hoop, 1932). Namun dalam perkembangannya, Van Stein Callenfels mengatakan bahwa pada prinsipnya bangunan megalitik didirikan untuk pemujaan kepada arwah nenek moyang. ( Callenfels, Van Stein, 1961,66 ), begitupula beberapa pendapat para ahli seperti yang diinformasikan oleh Von Heine Geldern, Rumbi Mulia, R.P.Soejono dll, bahwa munculnya megalitik tidak terpaku karena usaha manusia untuk senantiasa mendekatkan diri pada arwah leluhur, akan tetapi ide pembuatan megalitik telah diilhami oleh kehidupan duniawi antara lain pendirian megalitik untuk menjaga martabat, harkat serta nama dan kemasyuran. ( Geldern, 1945; Rumbi Mulia, 1981, Sukendar; 2003; 28 ).

Dari statement diatas sangat jelas kepercayaan ( religi ), dan kemashuran seseorang yang memiliki ego sentris kekuasaaan seorang pemimpin dengan sangat kuat mempengaruhi terciptanya karya seni yang ada seperti pada pahatan megalitik di Pasemah. Unsur seni yang ditampilkan dalam tulisan ini mengacu pada definisi seni rupa yakni sebagai upaya penciptaan keindahan maupun berkomunikasi dengan peminatnya terutama yang dapat dinikmati oleh mata. Dalam seni rupa tercakup seni lukis, seni patung, seni bangunan dan seni kerajinan. ( Soemiyati A.S, 1996 : 336 ).

Pengambilan data yang diambil dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan mengaplikasikan metode induksi-deduksi ( Mundarjito: ibid ), dan mengambil suatu hipotesa ”bahwa masyarakat yang telah hidup dengan mengenal bercocok tanam sederhana dan penjinakan hewan-hewan tertentu telah mengalami taraf hidup yang lebih maju, dari masa-masa sebelumnya dan oleh karena surplus bahan makanan tersebut mendorong timbulnya bentuk penghormatan kepada arwah nenek moyang “. Salah satu segi yang menonjol dalam kehidupan bermasyarakat adalah sikap terhadap alam kehidupan sesudah kematian dan timbullah kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang tersebut meninggal sangat mempengaruhi kehidupan manusia. (Soejono, 1984:204).

Keadaan Lingkungan
Situs-situs megalitik di daratan tinggi Pasemah meliputi daerah yang luasnya sekitar 80 km 2. Situs-situs megalitik tersebar di dataran tinggi, di puncak gunung, di lereng dan ada yang di lembah. Pada umumnya situs-situs megalitik berada di ketinggian 400 meter dpl, karena terletak di dataran tinggi maka daerah ini mempunyai curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Daerah Pasemah wilayahnya meliputi Bukit Barisan dan di kaki pegunungan Gumai. Satuan morfologi pegunungan merupakan tempat tersedianya bahan batu hasil letusan gunung api Dempo yang menyebarkan lahar dan lava serta batu-batuan vulkanis. Letusan gunung api inilah yang menyebarkan batu-batuan sampai ke daerah – daerah yang termasuk satuan morfologi bergelombang dan satuan morfologi daratan. Selain itu di daerah Pasemah terdapat alur-alur sungai besar dan kecil yang memudahkan transportasi air dan sumber kehidupan. Pada umumnya keadaan alam yang subur memudahkan mereka untuk berkebun dan membudidayakan ternak dan membuat rumah - rumah hunian dengan tiang yang tinggi.

Hasil Seni di Situs-Situs Megalitik di Pasemah
Data awal yang membahas tentang bangunan megalitik dan arca-arca megalitik di Pasemah adalah L.Ullmann,1850 yang menulis artikel tentang “Hindoe-belden in de binnenlanden van Palembang”selanjutnya E.P Tombrink dan Westenenk menyimpulkan yang sama bahwa peninggalan di daerah Pasemah merupakan hasil dari pengaruh Hindu. Kemudian pada tahun 1930 -1932 Van Erde seorang tokoh bangsa Belanda menugaskan ahli yang lain yaitu Van der Hoop untuk memulai penelitiannya tentang latar belakang tinggalan batu besar Pasemah. Dari penelitian yang dilakukannya tersebut maka pada tahun 1932 diterbitkanlah sebuah buku yang menarik berjudul “Megalithic Remains in South Sumatra”. Dari hasil penelitiannya ini maka terbukalah cara pandangbaru tentang tinggalan megalitik di bumi Pasemah. Penelitian tentang tinggalan megalitik di Pasemah ini selanjutnya diteliti lagi oleh beberapa arkeolog dari Puslitbang Arkenas di Jakarta dan juga oleh beberapa peneliti dari Balai Arkeologi Palembang.

Dalam kaitannya dengan judul penulisan ini penulis mengambil data dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya antara lain laporan penelitian yang dilakukan oleh Budi Wiyana, Haris Sukendar, dan Van der Hoop yang mempunyai relevansi dengan kehidupan yang menggambarkan kehidupan seni dan religi masyarakat pendukung budaya megalitik di Pasemah. Adapun situs-situs yang mengandung tinggalan arkeologi tersebut antara lain:



1. Situs-situs arca megalitik

Situs Tanjung Aro menggambarkan pahatan seseorang sedang berkelahi melawan ular

Situs Muara Danau menggambarkan pahatan seorang menggendong anak

Situs Muara Dua menggambarkan seseorang yang menggendong sesuatu pada punggungnya

Situs Gunung Megang menggambarkan tokoh manusia yang menindih gajah dalam posisi terlentang

Situs Tebing Tinggi dipahatkan gambaran orang mengendarai kerbau

Situs Benua Keling dipahatkan orang naik gajah

Situs Gunung Megang terdapat arca kepala manusia

Situs Kota Raya Lembak terdapat arca kepala manusia

Situs Tinggi hari dipahatkan seseorang sedang duduk dengan menggendong gajah kecil, dan arca babi hutan yang belum selesai, selain itu terdapat menhir yang terdapat tokoh manusia dan buaya.

Situs Sinjar Bulan terdapat pahatan orang duduk membimbing anak kecil

Situs Tebat Sibentur dipahatkan seseorang memakai kalung.

Situs tegur wangi terdapat arca 3 buah

Situs Tanjung Sirih terdapat arca yang menggambarkan orang naik kerbau, orang memakai helm,dua orang bergendongan dan harimau menekam anak kecil.

Situs Tanjung Telang terdapat pahatan orang membopong gajah.

Arca dari situs di Air Purah, melukiskan dua orang prajurit yang berhadap-hadapan, seorang memegang tali yang diikatkan pada hidung kerbau, dan yang lain memegang tanduk kerbau



2. Lukisan pada batu cadas dan kubur batu, antara lain:

Situs Tanjung Aro, lukisan orang naik kerbau

Situs Kotaraya Lembak hiasan sulur-suluran, binatang melata, lingkaran consentris

Situs Tegur wangi dipahatkan gambar orang berlari sambil bawa nekara di punggung, serta terdapat semacam sinar dan sayap. Pada bagian dinding bawah batu cadas terdapat tiga buah manusia kangkang dan goresan garis-garis serta lubang – lubang kecil

Situs Muara Pinang terdapat goresan berbentuk manusia

Situs Gunung Megang dipahatkan padsa batu datar menggambarkan garis – garis berbentuk ikan dan tombak

Situs di Tebat Sibentur menggambarkan anggota badan sebatas dada ke bawah.


Kehidupan Religi dan Seni di Situs-Situs Megalitik Pasemah.
Definisi senirupa oleh Dr Soemijati AS dikatakan sebagai upaya penciptaan keindahan yang mampu berkomunikasi dengan peminatnya terutama yang dapat dinikmati melalui mata. Dalam seni rupa tercakup sen lukis, seni patung, seni bangunan dan seni kerajinan ( Soemijati A.S, 1996: 336). Pada masa berkembangnya kehidupan bercocok tanam menetap konsep hidup masyarakat pada waktu itu sangat tergantung pada sumber daya alam. Lingkungan alam mempunyai pengaruh yang kuat dalam kehidupan di masyarakat sehingga memunculkan dinamika sebagi upaya menyiasati kondisi lingkungan baik biotik maupun abiotik dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok mereka, sehingga hal ini mendorong timbulnya sepesialisasi keahlian dan organisasi kemasyarakatan demikian pula keberadaan lingkungan alam dengan berbagai jenis fauna dan flora telah mempengaruhi inspirasi dalam karya seni seperti seni patung, seni lukis, seni pahat, dll ( Haris Sukendar,2003: 18 ).

Dalam kehidupan manusia alam sangat mempengaruhi panca indranya sehingga antara keduanya timbul interpretasi timbal balik ( Soemijati 1996: 336). Alam memberikan sumber inspirasi kehidupan, sehingga konsep kepercayaan inilah yang menimbulkan kepercayaan tertentu, yakni;

Adanya anggapan bahwa tanah merupakan unsur penting di dalam kehidupan, hal tersebut merupakan pendorong untuk memanfaatkan lahan pertanian dengan baik.

Sikap terhadap alam kehidupan sesudah mati merupakan segi yang menonjol dalam masyarakat.. Kepercayaan bahwa roh seseorangtidak lenyap, tetapi hidup terus di alamnya sendiri sangat mempengaruhi kehidupan manusia.

Kematian dianggap tidak membawa perubahan dalam kedudukan ( status sosial ), keadaan dan sifat seseorang ( Diman Suryanto, 1990: 414)

Konsep religi inilah yang mendorong para seniman mengekspresikan karya karyanya dalam bentuk seni lukis, yang merupakan visualisasi lambang-lambang seperti matahari, bulan, pohon, binatang dan benda-benda lain yang diwujudkan / dilukis pada dinding atau batu cadas, bentuk-bentuk yang dilukiskan pada dinding – dinding Goa tersebut beraneka ragam baik yang bersifat naturalistik dengan garis-garis sederhana maupun abstrak. Secara umum dikatakan bahwa permulaan seni manusia prasejarah diperkirakan lahir pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana. Tradisi yang bersifat artistik, goresan, maupun pahatan awal mulanya diterakan pada dinding-dinding goa atau ceruk. ( Kosasih, 1982 ; 67 ). Namun dalam perkembangannya di Indonesia baru ada pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, yang ditemukan di Indonesia bagian Timur dengan bentuk-bentuk tampilannya sangat beragam baik secara nyata maupun secara abstrak ( I Dewa Kompiang Gede, 1997; 40 ).

Dalam tradisi megalitik keindahan merupakan sesuatu yang penting dimana keindahan suatu obyek megalitik dipengaruhi oleh maksud dan tujuan pembuatan obyek itu sendiri, Menurut Soemijati A.S. dikatakan karya seni prasejarah ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung penampilannya, faktor-faktor tersebut adalah kepercayaan sehingga karya seni tersebut penggambarannya kurang memperhatikan kekuatan anatomi serta posisinya.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Pasemah, terlihat bahwa cara-cara pemahatan yang halus , rumit dan menarik ( Haris Sukendar, 1985: 15 ). Tampilan seni yang ditampilkan oleh pendukung tradisi megalitik di Pasemah tersebut dapat dijumpai pada pahatan-pahatan arca megalitik, dan dinamika seni pada megalitik Pasemah pun dapat kita perhatikan pada lukisan-lukisan dinding pada kubur-kubur batu di situs Tanjung Aro, situs Tegur wangi, dan situs Kota Raya Lembak. Seni lukis yang ditampilkan berupa lukisan manusia, lukisan fauna, sulur-suluran benda buatan manusia, maupun benda alam. Lukisan yang diterapkan pada dinding kubur batu tersebut memiliki kualitas tinggi dan telah mengenal percampuran warna yaitu; warna hitam dari bahan arang, warna putih , dan warna kuning dari tanah liat dan warna merah dari hematite merah. ( Sukendar, 2003; 121 ). Pemberian warna merupakan simbol kepercayaan akan makna religius seperti warna merah melambangkan keberanian, warna kuning melambangkan keagungan dan warna putih melambangkan kesucian. Selain itu temuan arca-arca batu yang dinyatakan Von Heine Geldern bersifat dinamis menggambarkan bentuk-bentuk binatang seperti gajah, harimau, ular.

Plastisitas seni arca yang menonjol ini menunjukkan tingkat keahlian si pemahat. Seni ataupun estetika yang dimunculkan pada kehidupan manusia prasejarah tidak terlepas dari tujuan dasar pembuatannya yakni untuk memenuhi kebutuhan rohani. Tampilnya pahatan-pahatan arca baik yang bersifat statis maupun dinamis mengacu pada konsepsi kepercayaan yang mendasari pola pikir masyarakat dalam hubungannya dengan pemujaan arwah leluhur sebagai usaha mendekatkan diri kepada yang kuasa ( super natural power ). Pahatan – pahatan arca megalitik Pasemah menurut Haris Sukendar mempunyai fungsi yang sangat berbeda dengan arca menhir yang berkarakteristik statis di daerah gunung Kidul atau di Bondowoso ( Sukendar, 2003; 54 ). Bentuk penghormatan dalam pemujaan divisualisasikan oleh tangan – tangan terampil pada saat itu dengan menghadirkan pahatan-pahatan yang mencerminkan kekuatan dari pemimpin / tokoh seperti yang dapat kita jumpai pada arca megalitik di situs Belumai, situs Tinggi hari, situs Pulau Panggung, situs Tanjung Aro. ( Budi Wiyana, 1996 ; 7 – 8 ). Sedangkan pada arca-arca megalitik yang ditemukan hanya berupa kepala saja dapat dikaitkan dengan pengorbanan untuk memperkuat pendirian bangunan megalitik, hal ini mengingatkan juga dengan adanya aktivitas pemujaan dalam pemberian bekal kubur pada penguburan di situs Padang sepan, kabupaten Bengkulu Utara.

Hadirnya budaya megalitik Pasemah yang menonjolkan seni dalam bentuk keindahan, kemewahan, keagungan dan kegagahan telah dimunculkan dalam bentuk pahatan-pahatan pada arca-arca megalitik selain berfungsi sebagai sosiotehnik juga idiotehnik. Konsep pendirian megalitk tersebut dapat dikelompokan sbb:
Konsepsi sakral berkaitan erat dengan arwah nenek moyang masyarakat yang sangat kental dengan hal pemujaan kepada roh leluhur, dan konsepsi sakral yang berkaitan dengan kekuatan gaib, yang dapat dijumpai dalam bentuk pahatan muka manusia, dan pahatan-pahatan binatang.

Konsepsi semi sakral antara lain terwujud dalam pendirian bangunan-bangunan megalitik seperti yang tercermin pada lambang sifat raja seperti ayam jantan, buaya, kura-kura, bulan, lambang-lambang persatuan seperti: pilar, pola hias lingkaran persatuan, lambang kekuasaan seperti ujung tombak, segitiga, lambing pemimpin/ketua adat seperti arca megalitik .

Konsepsi profan, pendirian bangunan megalitik yang tercermin dari pola hias berbentuk geometris, seperti garis lurus, gelombang, belah ketupat.



PENUTUP
Keberadaan tinggalan megalitik di dataran tinggi Pasemah dengan warna, corak serta keunikan tersendiri telah mengindikasikan perilaku masayarakat yang hidup saat itu telah memiliki kebudayan yang tinggi, dan telah terjalin kerjasama yang sehat yang dituntut atas dasar kepentingan bersama di atas kepentingan individu. Tradisi menghormati orang – orang yang dianggap berperan dalam masyarakat menjelma dalam upacara pemujaan nenek moyang dan pendirian bangunan-bangunan megalitik. Tidak terlepas dari aspek-aspek tersebut di atas tampaknya unsur seni juga menjadi pendorong para seniman untuk mengekspresikan karyanya yang nampak dari goresan-goresan pada dinding batu maupun arca-arca megalitik yang menonjolkan karya seni yang cukup tinggi.



DAFTAR PUSTAKA
Budi Wiyana . 1996. Survei Situs-Situs Megalitik Di Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Palembang. Palembang.

Dawson Christoper . 1948. Religion and Culture, London : Sheed & Ward.

Diman Suryanto, 1990. “Kajian Agrikultur Berdasarkan Data Arkeologi” Analisa Hasil Penelitian Arkeologi. Hal. 414.

I Dewa Kompiang Gede. 1989. Relief Prasejarah di Desa Maniklinju. Balai Arkeologi Denpasar.

Haris Sukendar. 2003. Megalitik Bumi Pasemah. Peranan Serta Fungsinya. Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian Dan Pengembangan Budaya Pusat Penelitian Arkeologi. Jakarta.

Heine Geldern, R. von dan Loeb E.M, 1945. Prehistoric Research in the Netherlands Indies”, Science and Scientists in the Netherlands Indies. New York. Board for the Netherlands Indies, New York: Board for Netherlands Indies, Suriname and Curacao.

Hoop, A.N.J.Th.a.Th. van der. 1932. Megalithic Remain in South Sumatra. Zutpen Netherland: W.J.Thieme & Cie

Kosasih. 1982/1983: Lukisan Gua di Indonesia Sebagai Sumber data Penelitian Arkeologi. Analisa Kebudayaan. Hal.66-79.

Mundardjito, 1986. “Penalaran Induktif-Deduktif dalam Arkeologi”. PIA IV buku IV: Konsepsi dan Metodologi, Hal. 197-207. Jakarta: Puslit Arkenas.

Rumbi Mulia, 1980. ‘Beberapa Catatan Mengenai Arca-arca yang disebut arca tipe Polinesia”, Pertemuan Ilmiah Arkeologi, Cibulan 21-25 Februari 1977. Jakarta: Puslit Arkenas.

Soejono, R.P, 1977. Jaman Prasejarah di Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia I, Jakarta: Balai Pustaka.

Soemijati, A.S. 1986. Pertemuan Ilmiah Arkeologi VII. Cipanas. Hal. 336.

Wallace, Anthony F.C., 1996. Religion: an anthropological View. New York: Random House.

Sumber : http://www.balarpalembang.go.id/Sidda_Tantin_Religi.htm

Wednesday, April 28, 2010

Masih banyak kekayaan alam di Bumi Besemah yang belum terjamah dan digali potensi alamnya.


Goa Indikat Belum "Terjamah"
Written by Juanda Adi Saputra
Wednesday, 28 April 2010 00:56

Masih banyak kekayaan alam di Bumi Besemah yang belum terjamah dan digali potensi alamnya.

penemuan goa disekitar aliran Sungai Indikat ini terjadi pada Desember 2004 lalu. Bentuk dan tekstur goa indikat ini, bebatuan alam cadas dengan ketinggian sekitar 20 m bila dilihat dari depan dan masih dipenuhi semak belukar. Sementara ketinggian pintu masuk goa sekitar 2 m dan lebar permukaan pintu sekitar 1,5 m.

Didalam goa ini terdapat beberapa tingkatan dengan ketinggian sekitar 6 m, dan kedalaman 6 m. Namun dikarenakan keberadaanya sulit dijangkau oleh warga setempat, sehingga lambat laun goa ini terbengkalai. Diduga keberadaan goa tersebut masih tersimpan misteri.


Keberadaan goa yang disebut warga setempat goa indikat di kawasan Talang Kubangan, Dusun Kance Diwe, Kecamatan Dempo Selatan yang berada diatas aliran sungai indikat saat ini belum terjamah

"Penemuan goa ini dilakukan tidak sengaja, ketika kami sedang menggarap kebun. Dimana terlihat sebuah batu besar pada dinding perbukitan sekitar aliran sungai ini. Setelah diamati dan dilakukan penggalian, ternyata batu tersebut memiliki pintu, dan berbentuk goa.

apabila memasuki goa tersebut, hanya bisa ditempuh dengan jarak 8 m, dan selanjutnya tidak bisa ditempuh lagi atau sangat sulit dijangkau. Namun bila dilihat dengan kasat mata, dinding goa terlihat mengkilap bersih dan berbentuk tingkatan. Didalam goa juga banyak bersarang kekelawar.

"Kita belum bisa menelusuri lebih jauh keberadaan goa ini. Hanya bisa sampai dengan jarak sekitar 8 m saja. Dikarenakan apabila ingin masuk lebih jauh, haruslah merayap terlebih dahulu, dan dibutuhkan peralatan yang memadai seperti senter sebagai pengcahayaan. Selain itu didalam goa ini juga bersarang kekelawar. Sehingga untuk penelusuran lebih jauh belum bisa dilakukan

Camat Dempo Selatan Rahmad Madroh SSos melalui Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Yose Rizal didampingi Lurah Kance Diwe Zulkifli BSc mengungkapkan, pihaknya membenarkan adanya penemuan goa yang berada disekitar aliran Sungai Indikat di daerah Talang Kubangan, Dusun Bandar Jaya tersebut.

"Sudah kita tinjau langsung keberadan goa tersebut. Memang jarak tempuh ke lokasi goa ini cukup jauh, dengan menelusuri dari perbukitan dan kecuraman jurang cukup terjal. Namun keberadaan goa ini perlunya digali dan dikembang lagi. Karena penemuan ini merupakan salah satu asset daerah yang patut dikembangkan, dan masih belum terjamah keberadaanya," ujarnya.

Jarak dari pusat Kota Pagaralam menuju kawasan Talang Kubangan, Dusun Bandar Jaya ditempuh sekitar 25 Km, dengan waktu 45 menit. Sementara untuk ke lokasi goa indikat dari dusun tersebut cukup ditempuh dengan waktu sekitar 90 menit, menelusuri jalan setapak perbukitan, dan medan yang terjal

sumber :
http://www.pagaralam.go.id/kominfo/index.php?option=com_content&view=article&id=25:goa-indikat-belum-qterjamahq&catid=2:berita-daerah&Itemid=2

Pagaralam Diusulkan Jadi Daerah Cagar Budaya


Pagaralam Diusulkan Jadi Daerah Cagar Budaya


Sabtu, 20 Februari 2010 | 11:51 WIB

www.infokom-sulteng.go.id
Ilustrasi PAGARALAM, SUMSEL.com — Banyak temuan peninggalan bersejarah dari zaman megalitik ribuan tahun lalu di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, yang jumlahnya mencapai ribuan menjadi bahan pertimbangan pengusulan kawasan itu sebagai daerah cagar budaya.

Informasi dari pemkot di Pagaralam, Sabtu (20/2/2010), menunjukkan bahwa dalam pertemuan anggota Komisi X DPR RI dengan jajaran Pemkot Pagaralam, mereka menyampaikan masukan untuk mengkaji dalam merevisi UU tentang Cagar Budaya, termasuk mempertimbangkan Pagaralam masuk sebagai salah satu daerah tersebut.

Anggota Komisi X DPR RI Juhaini Alie, Gede Pasa Suardika, Harbiah Salahuddin, Selina Gita, dan Raihan Iskandar beserta rombongan Ditjen Pariwisata dan BP3 Jambi beberapa hari lalu melakukan kunjungan ke sejumlah situs yang terdapat di Pagaralam.

Wali Kota Pagaralam Djazuli Kuris mengatakan, cukup banyak peninggalan sejarah yang dimiliki daerah ini tersebar di lima kecamatan wilayahnya.

Bahkan yang sudah terungkap, baik melalui mimpi maupun penemuan biasa, sudah cukup banyak. Menurut dia, semestinya hal itu akan menjadi kajian penting bila daerah Besemah dimasukkan dalam UU Cagar Budaya itu.

"Peninggalan bersejarah bukan hanya menjadi aset bagi daerah, tapi hendaknya bisa masuk aset nasional yang tidak akan habis sepanjang masa. Namun, perlu dukungan pemerintah pusat dalam pendanaan pemeliharaan dan pelestariannya," ujar dia.

Bukan hanya peninggalan pada masa kerajaan, melainkan bahkan benda yang umurnya sudah 4.000 tahun sebelum Masehi juga cukup banyak.

Dia menyebutkan, saat ini yang sudah ditemukan berupa arca, rumah batu, lesung, lumpang, menhir, dolmen, dan masih banyak situs lainnya.

"Aset budaya yang banyak ditemukan di Pagaralam ini tentunya akan menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi DPR RI untuk memasukkan Pagaralam menjadi kawasan cagar budaya," kata dia.

"Melalui pertemuan dan mencari masukan dengan berbagai elemen masyarakat di Pagaralam, hal itu akan menjadi pertimbangan dalam membahas revisi UU Cagar Budaya, termasuk mengkaji sejumlah daerah di Sumsel yang banyak peninggalan sejarahnya," kata Ketua Rombongan DPR RI dari Komisi X, Juhaini Alie, dalam pertemuan dengan Pemkot Pagaralam itu.

Dia menyatakan, peninggalan bersejarah yang merupakan aset bernilai cukup tinggi tidak akan habis sepanjang masa. Bila dikelola dengan baik, hal itu akan menjadi penghasil uang.

sumber :
http://regional.kompas.com/read/2010/02/20/11513798/Pagaralam.Diusulkan.Jadi.Daerah.Cagar.Budaya

Tuesday, April 27, 2010

Pagaralam, Lintasan Megalitikum Gelombang Kedua


Pagaralam, Lintasan Megalitikum Gelombang Kedua

Selasa, 26 Januari 2010 | 21:59 WIB


TERKAIT:

Dua Situs Kubur Batu Berusia 5000 Tahun Ditemukan di Lahat
JAKARTA, KOMPAS.com — Tak bisa dimungkiri, Pagaralam adalah wilayah yang memiliki peradaban tua. Penemuan puluhan kubur batu belakangan ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut adalah sebuah area lintasan zaman megalitikum.

Menurut Von Heine Geldern, kubur batu termasuk kebudayaan megalitikum gelombang kedua atau disebut juga Megalit Muda yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1.000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalit gelombang ini adalah peti kubur batu, dolmen, waruga sarkofagus, dan arca-arca dinamis.

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan atau papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.

Selain Pagaralam dan Lahat, daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta), dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi, serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu dapat ketahui persamaan antara peti kubur dan sarkofagus, yang keduanya merupakan tempat menyimpan mayat disertai bekal kuburnya.

Selama ini, Pagaralam memang telah dikenal dengan peninggalan zaman megalitikum. Hal ini terbukti dengan penemuan arca-arca yang tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, seperti Karangindah, Tinggiari Gumai, Tanjungsirih, Padang Gumay, Pagaralam, Tebatsementur (Tanjungtebat), Tanjung Menang-Tengahpadang, Tanjungtebat, Pematang, Ayik Dingin, Tanjungberingin, Geramat Mulak Ulu, Tebingtinggi-Lubukbuntak, Nanding, Batugajah (Kutaghaye Lame), Pulaupanggung (Sekendal), Gunungmigang, Tegurwangi, dan Airpur.

Penemuan yang paling menarik adalah megalitik yang dinamakan Batugajah, yakni sebongkah batu berbentuk telur, berukuran panjang 2,17 m, dan dipahat pada seluruh permukaannya. Bentuk batunya yang asli hampir tidak diubah, sedangkan pemahatan obyek yang dimaksud disesuaikan dengan bentuk batunya. Namun, plastisitas pahatannya tampak indah sekali.

Batu dipahat dalam wujud seekor gajah yang sedang melahirkan seekor binatang antara gajah dan babi-rusa, sedangkan pada kedua belah sisinya dipahatkan dua orang laki-laki. Laki-laki sisi kiri gajah berjongkok sambil memegang telinga gajah, kepalanya dipalingkan ke belakang dan bertopi. Perhiasan berbentuk kalung besar yang melingkar pada lehernya. Begitu pula pada betis, di sana tampak tujuh gelang. Pada ikat pinggang yang lebar tampak pedang berhulu panjang, sedangkan sebuah nekara tergantung pada bahunya. Pada sisi lain (sisi kakan gajah) dipahatkan seorang laki-laki juga, hanya tidak memakai pedang. Pada pergelangan tangan kanan laki-laki ini terdapat gelang yang tebal. Adapun pada betis tampak 10 gelang kaki.

Temuan batu gajah dapat membatu usaha penentuan umur secara relatif dengan gambar nekara itu sebagai petunjuk yang kuat, selain petunjuk-petunjuk lain seperti pedang yang mirip dengan belati Dong Son (Kherti, 1953 : 30), serta benda-benda hasil penggalian yang berupa perunggu (besemah, gangse) dan manik-manik. Dari petunjuk-petunjuk di atas, para ahli berkesimpulan bahwa budaya megalitik di Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, berlangsung pada masa perundagian. Pada masa ini, teknik pembuatan benda logam mulai berkembang.

Sebuah nekara juga dipahatkan pada arca dari Airpuar. Arca ini melukiskan dua orang prajurit yang berhadap-hadapan, seorang memegang tali yang diikatkan pada hidung kerbau, dan orang yang satunya memegang tanduknya. Kepala serigala (anjing) tampak di bawah nekara perunggu tersebut.

Kantor berita Antara menulis, belum lama ini sedikitnya 15 kuburan batu telah ditemukan di Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan yang lokasinya tersebar di lima kecamatan.

Berdasarkan informasi dari lokasi penemuan kubur batu itu, Senin, lokasi penemuan rumah batu tersebut beberapa di antaranya berada di Kecamatan Pagaralam Utara, dua di Kecamatan Dempo Utara, dan satu di Kecamatan Dempo Tengah wilayah Kota Pagaralam.

Untuk wilayah Lahat, yaitu tujuh di Kecamatan Pajarbulan, satu di Kecamatan Jarai, dan dua kubur batu di Desa Talang Pagar Agung, Kecamatan Pajarbulan.

Penemuan kuburan batu itu, menurut informasi warga setempat, banyak terjadi antara lain melalui proses mimpi sehingga setelah itu dilakukan penggalian yang dilakukan penduduk setempat.

Aset cagar budaya ini semuanya masih belum dikelola pemerintah dan penduduk setempat yang merupakan pemilik lahan tempat ditemukannya bangunan bersejarah tersebut.

"Untuk saat ini, semua kuburan batu yang sudah ditemukan langsung diteliti dan didata untuk mengetahui dengan pasti jenis cagar budaya tersebut," kata Akhmad Rifai, petugas Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3 Jambi) dengan wilayah kerja Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Babel.

Dia mengatakan, memang ada beberapa jenis peninggalan purbakala yang sudah ditemukan di wilayah Pagaralam dan Lahat, yaitu megalit, kuburan batu, tempayan, arca, lumpang batu, dan beberapa jenis benda bersejarah yang diperkirakan berusia ratusan hingga ribuan tahun.

"Kami sudah melakukan pendataan penemuan kuburan batu, seperti di Dusun Tanjung Aro 2, Dusun Tegurwangi 2, Dusun Belumai 1 untuk Pagaralam, sedangkan wilayah Lahat di Desa Kota Raya Lembak 7, Desa Gunung Megang 1," ujarnya.

Akhmad mengatakan, setelah pendataan, semua cagar budaya tersebut langsung dilindungi BP3 Jambi. Mereka lalu langsung mengangkat juru kunci sebagai petugas pemeliharaann cagar budaya ini.

"Kuburan batu atau situs yang ditemukan di Desa Talang Pagaragung, Kecamatan Pajarbulan, belum dimasukkan dalam salah satu benda bersejarah yang harus dilindungi karena baru ditemukan dan masih dalam proses penelitian tim dari arkeologi BP3 Jambi," katanya.

Ia mengatakan, penelitian hanya bersifat menentukan umur, masa, dan jenis benda yang terdapat di dalam bangunan tersebut saat penggalian.

"Kami sudah melakukan penelitian. Bentuk bangunan bukan tempat pemujaan atau langgar, melainkan kuburan batu sama dengan yang sudah lebih dulu ditemukan di daerah lainnya, baik di Kota Pagaralam maupun wilayah Kabupaten Lahat," ungkap Akhmad Rifai.

sumber :
http://regional.kompas.com/read/2010/01/26/21595312/Pagaralam..Lintasan.Megalitikum.Gelombang.Kedua.

Di Pagaralam, Batu Megalit Kerbau Ditemukan

Di Pagaralam, Batu Megalit Kerbau Ditemukan


Senin, 30 November 2009 | 17:58 WIB

PAGARALAM, KOMPAS.com - Batu megalit baru berbetuk kerbau ditemukan di Sungai Selangis, Dusun Gunung Ilir, Kelurahan Agunglawangan, Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam Sumatera Selatan (Sumsel), Senin (30/11).

Batu megalit ditemukan Arfan, warga Jabatakar, saat sedang memancing ikan di Sungai Selangis. Posisi batu tersebut seperti seekor kerbau yang sedang berbaring dengan kaki terlipat tepat berada di tepi sungai.

Warna batu megalit itu putih kemerah-merahan dengan ukuran dua kali lipat dari seekor kerbau aslinya. Meskipun bentuknya masih terlihat jelas, dua tanduk sudah patah dan beberapa bagian tubuhnya sudah tertutup rumput.

"Batu berbetuk megalit yang berukuran tinggi 2 meter lebar 1,5 meter, besarnya dua kali ukuran kerbau sebenarnya, lokasi ditemukan batu tersebut di Sungai Selangis, Dusun Gunung Ilir, Kelurahan Agunglawangan, Kecamatan Dempo Utara berjarak 4 kilometer dari Dusun Jambatakar," kata Arfan.

"Diperkirakan batu megalit itu sudah berumur ribuan tahun, dengan kondisinya sudah tidak utuh lagi, banyak bagian sudah hilang seperti tadung, kaki dan sudah ditutupi rumput," kata dia.

"Dahulunya daerah tempat penemuan batu megalit itu merupakan belukar di pinggir sungai, namun karena banyak warga kurang paham kalau batu tersebut bernilai sejarah sehingga tidak ada yang memperdulikannya," kata dia lagi.

Dia mengatakan sekarang perlu dibersihkan di sekitar batu tersebut agar bisa terlihat dengan jelas bentuk dan ukuran yang sebenarnya.

"Memang Pagaralam cukup banyak megalit peninggalan zaman dahulu, namun pemeliharaanya masih belum dilakukan secara baik," kata dia lagi.

Kepala Dinas Pariwisata dan Senibudaya, Syafrudin, mengatakan, memang cukup banyak batu megalit yang berhasil ditemukan di daerah Pagaralam, bahkan ada sebagian yang sudah dilakukan pelestarian dengan memagar keliling, namun sebagian lagi masih terbentur dana.


sumber :
http://regional.kompas.com/read/2009/11/30/17581370/Di.Pagaralam..Batu.Megalit.Kerbau.Ditemukan..

Warga Temukan Gua Zaman Mesolitik


Warga Temukan Gua Zaman Mesolitik

Senin, 26 April 2010


PAGARALAM, KOMPAS.com

Warga Dusun Talang Kubangan, Kelurahan Lubuk Buntak, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, menemukan gua batu diperkirakan dari zaman Mesolitikum.

Kondisi gua yang berada di daerah tebing terjal dan hutan rimba ini, memiliki dua pintu masuk dan tiga lantai menyerupai hamparan batu asahan.

Namun kondisi ruangan sudah banyak menyempit, tertimbun reruntuhan batu akibat faktor alam.

Demikian juga dengan sejumlah tulisan dan ukiran menyerupai tapak manusia yang sudah tertutup timbunan batu, sehingga sulit untuk dilihat dengan jelas.

Namun lantai pintu masuk masih cukup rapi, dipenuhi dengan susunan pecahan batu mirip dengan pecahan genteng.

Supaya bisa masuk ke dalam ruangan sepanjang sekitar 25 meter ini, hanya dapat dilalui satu orang, mengingat lebar ruangan hanya sekitar 50-70 centimeter.

"Penemuan gua batu yang berada di dalam hutan belukar sekitar 50 meter dari lokasi perkebunan kopi, dan warga setempat lebih mengenal dengan ’Gue Rie Tabing’. Sebetulnya gua ini dahulunya cukup rapi dan semua ruangan masih dapat dimasuki termasuk guratan berupa tapak kaki manusia yang berada di lantai dua gua tersebut, tapi akibat faktor alam semuanya sudah rusak," kata Manto, Ketua RW 04 Dusun Talang Kubangan, Kecamatan Dempo Selatan.

Sekitar gua ini cukup banyak bebatuan cadas dan jurang dengan kedalaman mencapai ratusan meter, termasuk batu hamparan, dan ada juga bertuliskan seperti garis-garis.

"Gua ini dahulunya menurut cerita sesepuh daerah ini pernah dihuni pertapa Rie Tabing Gua, memiliki dua pintu ukuran lebar 50-70 centimeter dan tinggi 170 cm, dengan tujuh ruangan termasuk yang berada di bawah tanah," ujar dia.

Namun untuk mengetahui isi dan kondisi ruangan, dibutuhkan orang yang ahli, karena kami tidak bisa masuk ke dalam ruangan bawah tanah sedalam dua meter tersebut," kata dia lagi.

Kalau melihat kondisi fisik batu termasuk membandingkan dengan bebatuan di perbukitan itu, tidak mungkin kondisi gua tersebut terjadi dengan sendirinya akibat faktor alam.

Selain itu, semua ruangan tersusun rapi dan pada lantai untuk masuk ke setiap ruangan dihiasi dengan pecahan batu yang tersusun rapi.

Pada ruangannya juga ada yang bertingkat, seperti tempat tidur terbuat dari batu pula.

"Sebetulnya di daerah ini cukup banyak peninggalan sejarah puyang atau nenek moyang dahulu, tapi karena warga tidak mengerti sehingga dibiarkan dan hanya menjadi cerita setiap ada pertemuan. Baru setelah diungkap lewat media oleh ahlinya tenyata memiliki nilai sejarah yang tinggi," kata dia.

Ketua RT 010 Talang Kubangan, Firman, menyebutkan pula bahwa di sekitar daerah seluas 50 hektare itu banyak terdapat peninggalan nenek moyang zaman dahulu, seperti batu tapak kaki, batu bertulis, gua dan tempat tidur batu.

Hanya saja karena ketidaktahuan masyarakat, penemuan ini hanya menjadi bahan cerita dan sejarah sakral masa lalu, kata dia lagi.

Peneliti dari Balai Arkeologi Palembang, Kristantina Indriastuti, mengatakan bahwa penemuan itu cukup luar biasa dan menghebohkan, karena selama ini hunian masa Paleollitikum diketahui hanya ada di daerah Kecamatan Kikim, Lahat, dan temuan peninggalan zaman Mesolitikum berupa gua di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

Menurut dia, secara sepintas karena lantai gua kering, kemungkinan bisa digunakan untuk hunian di masa lalu.

Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, ujar dia, untuk menemukan lapisan budaya adanya aktivitas pendukung manusia yang hidup di gua tersebut pada masa lalu, seperti sisa-sisa arang, subsistensi (aktivitas mencari makanan), aktivitas penguburan, perbengkelan, pembuatan alat batu, dan peralatan manusia zaman batu, termasuk peralatan berupa kapak batu, serpih, serut, dan alat-alat lainnya.

"Apabila melihat wilayah Sumsel yang mempunyai pegunungan kapur atau karst, seperti Bukit Barisan, sangat memungkinkan adanya aktivitas kehidupan gua, seperti yang sudah ditemukan di wilayah karst Desa Padang Bindu, Kabupaten OKU," kata Kristantina pula.

Terdapat sekitar 13 gua hunian dan di wilayah karst dataran tinggi Kerinci di Provinsi Jambi, dan untuk menjaga kelestarian dan keasliannya perlu dukungan dari masyarakat sekitar serta pendataan oleh Balai Pelestarian dan Perlindungan Purbakala (BP3) Jambi, kata dia.


sumber :
http://regional.kompas.com/read/2010/04/26/0310128/Warga.Temukan.Gua.Zaman.Mesolitik

Sejarah lahat

Sejarah lahat

Sekitar tahun1830 pada masa kesultanan Palembang di Kabupaten Lahat telah ada marga, marga-marga ini terbentuk dari sumbai-sumbai dan suku-suku yang ada pada waktu itu seperti : Lematang, Pasemahan, Lintang, Gumai, Tebing Tinggi dan Kikim. Marga merupakan pemerintahan bagi sumbai-sumbai dan suku-suku. Marga inilah merupakan cikal bakal adanya Pemerintah di Kabupaten Lahat.

Pada masa bangsa Inggris berkuasa di Indonesia, Marga tetap ada dan pada masa penjajahan Belanda sesuai dengan kepentingan Belanda di Indonesia pada waktu itu pemerintahan di Kabupaten Lahat dibagi dalam afdelling (Keresidenan) dan onder afdelling (kewedanan) dari 7 afdelling yang terdapat di Sumatera Selatan, di Kabupaten Lahat terdapat 2 (dua) afdelling yaitu afdelling Tebing Tinggi dengan 5 (lima) daerah onder afdelling dan afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir, Kikim serta Pasemahan dengan 4 onder afdelling. Dengan kata lain pada waktu itu di Kabupaten Lahat terdapat 2 keresidenan. Pada tanggal 20 Mei 1869 afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir,serta Pasemah beribu kota di Lahat dipimpin oleh PP Ducloux dan posisi marga pada saat itu sebagai bagian dari afdelling. Tanggal 20 Mei akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Lahat sesuai dengan Keputusan Gebernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan No. 008/SK/1998 tanggal 6 Januari 1988.

Masuknya tentara Jepang pada tahun 1942, afdelling yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda diubah menjadi sidokan dengan pemimpin orang pribumi yang ditunjuk oleh pemerintah militer Jepang dengan nama Gunco dan Fuku Gunco. Kekalahan Jepang pada tentara sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 dan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka Kabupaten Lahat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1948, Kepres No. 141 Tahun 1950, PP Pengganti UU No. 3 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950. Kabupaten Lahat dipimpin oleh R. Sukarta Marta Atmajaya, kemudian diganti oleh Surya Winata dan Amaludin dan dengan PP No. 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dalam Tingkat I provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Lahat resmi sebagai daerah Tingkat II hingga sekarang dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otda, dan dirubah UU No. 32 Tahun 2004 menjadi Kabupaten Lahat.

Bukit Serelo terletak di Desa Perangai Kabupaten Lahat, Bukit Serelo merupakan Landmark Kabupaten Lahat. Bukit Serelo disebut juga dengan Gunung Jempol karena bentuknya yang mirip dengan jempol tangan manusia. Pemandangan disekitar sangat mempesona, aliran sungai lematang seakan-akan mengelilingi bukit ini. Bukit serelo merupakan bagian dari gugusan Bukit Barisan yang merupakan barisan bukit terpanjang di Pulau Sumatera.

[sunting] Sekolah Gajah Perangai
Sekolah Gajah ini terletak di Desa Perangai Kabupaten Lahat, lokasinya di kaki Bukit Serelo. Gajah-gajah tersebut dilatih supaya jinak dan dapat membantu pekerjaan manusia seperti mengankut barang-barang dan kayu. Tempat ini merupakan salah satu penangkaran gajah di Indonesia.

[sunting] Sumber Air Panas Tanjung Sakti
Bila anda singgah di Kecamatan Tanjung Sakti, maka jangan lewatkan untuk mengunjungi lokasi ini. Sumber Air Panas Tanjung Sakti dapat ditempuh dari Ibukota Kecamatan sekitar 10 menit perjalanan menggunakan kendaraan roda 2 atau roda 4. Karena letaknya berada dekat dengan pusat keramaian Kecamatan Tanjung Sakti.

Penduduk sekitar atau pengunjung yang datang, sering membuat telur rebus hanya dengan merendamnya sekitar 5 menit dan menyiapkan garam atau merica bubuk, telur siap disantap.Anda tidak perlu repot-repot untuk membawa telur dari rumah, karena penduduk sekitar menjual telur dikarenakan adanya Sumber Air Panas ini. Letak Sumber Air Panas ini berada tepat dibawah jembatan yang setiap hari dilalui oleh masyarakat sekitar.

[sunting] Air Terjun Lawang Agung
Salah satu potensi wisata yang berada di Kecamatan Mulak ulu ini layak untuk dikembangkan untuk menambah pendapatan daerah, dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari jalan utama, lokasi Air Terjun Lawang Agung dapat dicapai dengan menggunakan mobil. Kondisi jalan menuju lokasi sekitar 500 m, dengan kondisi jalannya menurun dan berbatu-batu kecil.

Pada saat perjalanan ke lokasi melewati sekolah SD dan kebun kopi. Di sekitar lokasi, terdapat jembatan gantung. Aktifitas yang dapat dilakukan dilokasi ini adalah berenang, mancing dan jala ikan.

Dengan melengkapi fasilitas dan sarana umum seperti lahan parkir dan perbaikan kondisi jalan menuju lokasi, diharapkan dapat meningkatkan sumber pendapatan daerah dan penduduk sekitar.

[sunting] Rumah Batu
Lokasi wisata Rumah Batu terletak sekitar 80 km dari kota Lahat, tepatnya di desa Kota Raya Lembak Kecamatan Pajar Bulan. Rumah Batu ini merupakan salah satu benda megalitik yang pada dindingnya terdapat lukisan kuno berupa makhluk-makhluk aneh.

[sunting] Batu Macan
Batu macan yang terdapat di Kecamatan Pulau Pinang, Desa Pagar Alam Pagun ini sudah ada sejak jaman Majapahit pada abad 14. Batu macan ini merupakan simbol sebagai penjaga (terhadap perzinahan dan pertumpahan darah) dari 4 daerah, yaitu : Pagar Gunung, Gumai Ulu, Gumai Lembah, dan Gumai Talang.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari penjaga situs setempat yakni Bapak Idrus, kisah adanya batu macan terkait dengan legenda si pahit lidah yang beredar di masyarakat. Pada waktu itu, si pahit lidah sedang berjemur di batu penarakan sumur tinggi. Pada saat sedang berjemur, si pahit lidah melihat seekor macan betina yang sering menggangu masyarakat desa, kemudian oleh si pahit lidah, macan tersebut di ingatkan agar tidak mengganggu masyarakat desa. Namun, macan tersebut tidak menuruti apa yang disampaikan oleh si pahit lidah. Padahal si pahit lidah sudah menasehati macan tersebut sampai tiga kali, sampai akhirnya si pahit lidah berucap “ai, dasar batu kau ni”. Akhirnya macan tersebut menjadi batu. Setelah diselidiki, ternyata macan tersebut adalah macan pezinah dan anak yang sedang diterkamnya adalah anak haram. Sedang macan yang ada di belakangnya adalah macan jantan yang hendak menerkam macan betina tersebut.

Apabila ada wanita disuatu desa diketahui berzinah, maka terdapat hal-hal yang harus dilakukan oleh si wanita itu yaitu: menyembelih kambing untuk membersihkan rumah, kemudian sebelum kambing tersebut dipotong, maka orang tersebut harus dikucilkan dari desa ke suatu daerah lain atau di pegunungan. Kemudian apabila wanita tersebut mengandung dan melahirkan, maka harus menyembelih kerbau. Setelah persyaratan tersebut dilakukan, maka wanita tersebut dapat diterima di masyarakat kembali.

[sunting] Air Terjun Bidadari
Tidaklah mengherankan, mengapa Syuting Pembuatan Film “Si Pahit Lidah” yang terkenal itu mengambil setting di lokasi ini. Keindahan Air Terjun Bidadari memang menjadi daya tarik tersendiri. Selain menyajikan keindahan alam yang alami, lokasinya pun tidaklah terlalu sulit untuk dicapai. Air Terjun Bidadari terletak di desa Karang Dalam Kecamatan Pulau Pinang kurang lebih 8 km dari kota Lahat.

Disekitar lokasi Air Terjun tersebut, ada 3 Air Terjun (Air Terjun Bujang Gadis, Air Terjun Sumbing dan Air Terjun Naga) lagi yang dapat dinikmati dengan menyusuri aliran dari Air Terjun Bidadari.

Dengan dipandu penduduk sekitar yang sudah mengenal daerah tersebut, anda dapat menikmati keindahan ke 4 air terjun yang alami tersebut dan alam sekitarnya dengan menyusuri sepanjang aliran airnya.

Anda bisa memulai dari atas (Air Terjun Bidadari) sampai kebawah (Air Terjun Naga), atau sebaliknya. Pengalaman menyusuri air terjun tersebut akan menjadi pengalaman tambahan bagi anda yang senang berpetualang dan menyukai tantangan.




sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lahat