Wednesday, April 14, 2010

Asmani, Penjaga Situs Megalitik, PAGARALAM.


Asmani, Penjaga Situs Megalitik
Rabu, 17 Maret 2010 | 08:07 WIB

Asmani Oleh Wisnu Aji Dewabrata

KOMPAS.com - Asmani Muis masih teringat kata-kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan pada tahun 1988, yang meminta dia untuk menjaga situs megalitik di Desa Kotaraya Lembak, Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Asmani telah menjadi penjaga situs megalitik Kotaraya Lembak selama 20 tahun.

Situs Kotaraya Lembak ditemukan pada tahun 1988. Situs megalitik yang terletak di tengah kebun kopi, sekitar 250 kilometer barat Kota Palembang, itu merupakan lokasi ditemukannya tujuh bilik batu. Bilik batu di situs Kotaraya Lembak diperkirakan sudah berumur 2.500 tahun.

Menurut Asmani, wilayah Kotaraya Lembak sejak sebelum Indonesia merdeka sudah sering didatangi para peneliti Belanda. Mereka meneliti peninggalan megalitik yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Lahat dan Kota Pagar Alam, Sumsel.

Asmani mengungkapkan, sampai tahun 1980-an banyak orang datang ke Kotaraya Lembak karena mendengar desas-desus ada harta karun. Tidak seorang pun yang menemukan harta karun berupa emas-berlian, tetapi para pemburu harta karun itu justru menemukan tujuh bilik batu. Tiga buah bilik batu di antaranya ditemukan di areal kebun kopi milik Asmani.

Penemuan tujuh bilik batu itu dilaporkan ke Penilik Kebudayaan di Kecamatan Jarai, sampai pada akhirnya berita penemuan menghebohkan itu tersebar hingga ke Jakarta. Para peneliti dari Jakarta datang ke Kotaraya Lembak untuk pertama kali pada awal tahun 1988. Mereka berjumlah empat orang, ditambah dua orang dari Lahat. Para peneliti itu bolak-balik ke Kotaraya Lembak selama setahun untuk melakukan penelitian.

”Agustus 1988, Menteri Fuad Hasan datang ke sini. Beliau berbicara langsung kepada saya dan minta tolong kepada saya supaya situs ini dijaga. Nanti setibanya di Jakarta, beliau akan mengirimkan uang untuk beli rokok,” cerita Asmani.

Tanpa pikir panjang, Asmani menyanggupi permintaan Fuad Hasan. ”Meskipun Bapak tidak menyuruh, saya tetap akan menjaga situs ini karena situs ini adalah peninggalan nenek moyang,” kata Asmani menirukan ucapannya kepada Fuad Hasan ketika itu.

Sebulan setelah kedatangan Fuad Hasan, selepas maghrib, seorang kurir datang ke rumah Asmani, mengantar uang dari Fuad Hasan. Jumlah uang yang diantarkan cukup besar pada masa itu, yaitu Rp 600.000.

Asmani kebingungan karena mendapat segepok uang dari seorang menteri. Dia sempat ragu menerimanya, namun kurir itu menyarankan agar Asmani menerima uang tersebut. Supaya lebih yakin, Asmani bertanya apakah kurir itu sudah mendapat izin dari Fuad Hasan. Kurir tersebut menyatakan sudah mendapat izin dari Menteri.

Setia menjaga

Mulai tahun 1989, Asmani mulai mendapat honor sebagai penjaga situs megalitik Kotaraya Lembak. Honor dikirimkan melalui wesel setiap tiga bulan sekali. Honor pertama Asmani sebesar Rp 25.000 per bulan, dikirim setiap tiga bulan. Terakhir Asmani menerima honor Rp 450.000 per tahun. Meskipun nilainya kecil, itu tidak mengurangi kesetiaan Asmani menjaga situs.

Tugas utama Asmani adalah menjaga agar situs Kotaraya Lembak aman. Termasuk mengamankan situs itu dari pencurian dan tindakan vandalisme seperti corat-coret atau menggores-gores bilik batu. Untuk itu, Asmani sering tidur di tengah kebun kopi di dekat situs tersebut.

Tugas paling berat bagi Asmani adalah saat berita penemuan bilik batu di Kotaraya Lembak tersebar ke berbagai penjuru tempat. Setiap hari jumlah pengunjung yang penasaran ingin melihat bilik batu mencapai 500 orang. Dia harus memastikan kondisi situs aman dari gangguan, termasuk mengamankan kebun kopi milik dia sendiri dan warga lain di sekitar situs tersebut.

Tujuh lokasi situs yang menjadi tanggung jawab Asmani tersebar di kebun kopi yang luasnya sekitar lima hektar. Luas areal itu termasuk kebun kopi milik Asmani yang luasnya 2,5 hektar. Di kebun kopi miliknya ada tiga lokasi bilik batu.

Namun, bertambahnya usia tidak dapat dikelabui. Setelah 20 tahun menjadi penjaga situs, sejak tahun 2009 Asmani menyerahkan tugas tersebut kepada anak laki-lakinya, Erwin Sartono. Asmani sudah lelah dan ingin mengisi hari tuanya dengan berkebun saja.

”Setelah usia semakin tua, saya tidak pernah tidur di kebun. Jadi sekarang ada banyak coretan di bilik batu. Dulu, waktu saya masih tidur di kebun, tidak ada coretan di bilik batu,” ungkapnya.

Keluarga besar Asmani seolah ditakdirkan untuk selalu menjadi saksi keberadaan situs megalitik di Kotaraya Lembak. Kakek Asmani pada tahun 1950-an ikut memindahkan batu gajah dari Kotaraya Lembak ke Palembang. Batu gajah adalah peninggalan megalitik berupa batu besar yang diukir berbentuk manusia menunggang gajah.

Batu gajah disimpan di Museum Negeri Sumsel Balaputradewa, Palembang. Asmani mengungkapkan, berdasarkan cerita dari kakeknya, batu gajah itu diangkut ke Palembang menggunakan truk.

Belanda telah membuka jalan cukup lebar menembus kebun kopi untuk memudahkan transportasi ke situs batu gajah. Sebagai ganti rugi atas pengangkutan batu gajah, dibangunlah dua buah masjid untuk warga di sekitar lokasi situs.

Asmani telah mewanti-wanti anaknya agar mempertahankan kebun kopi yang di dalamnya terdapat situs megalitik. Kebun kopi tempat situs megalitik itu tak boleh dijual atau dihibahkan, kecuali pemerintah menghendaki.

”Kalau tanahnya dijual, saya khawatir setelah saya meninggal akan ditunjuk orang lain sebagai penjaga situs. Permintaan saya hanya satu, orang yang menjadi penjaga situs harus anak dan cucung (cucu) saya,” ujar Asmani berharap.

Asmani mengatakan, dia mau menjadi penjaga situs itu karena memang tulus ingin melestarikan peninggalan nenek moyang. Situs megalitik adalah peninggalan masa lalu yang bernilai sejarah.

”Dari situs megalitik kita bisa mempelajari dari mana asal-usul kita. Kita juga bisa mengetahui bagaimana dulu manusia hidup. Begitulah cara saya berpikir meskipun saya tidak sekolah sampai tinggi,” ujar Asmani.



'sumber KOMPAS'